Menurutnya, selama ini narasi sejarah nasional masih cenderung melihat bahwa peran terbesar dalam mematrikan nasionalisme di sanubari rakyat Indonesia, ada pada kaum intelijensia modern, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain.
"Meski itu tidak salah, tapi dari pihak kiai/ulama ada peran yang tak kecil juga," ujar Ulil Abshar Abdalla.
"Saya membayangkan, tanpa bantuan ulama melalui penyebaran ajaran 'cinta tanah air, bagian dari iman' ini, mungkin nasionalisme kita punya nasib yang agak berbeda," sambungnya.
Menurutnya, ajaran cinta tanah air disampaikan para ulama terus diwariskan hingga sekarang, bahkan di semua ormas Islam, tidak hanya di NU saja.
"Mencintai tanah air ini kelihatannya sepele, karena ia barang yang tak nampak. Tetapi seluruh perjuangan membangun demokrasi, melawan korupsi, membikin infrastruktur, semuanya itu mensyaratkan satu hal, cinta tanah air," tuturnya.
Ulil Abshar Abdalla menilai, cinta tanah air adalah 'condition of possibility' atau kondisi yang memungkinkan.
"Karena itu, janganlah sekali-sekali kita menganggap rasa cinta tanah air yang mendalam di negeri ini sebagai sesuatu yg sudah terberi begitu saja, 'a given'," kata Ulil Abshar Abdalla.