Pasalnya, Aria Bima menilai, Tri Rismaharini tak mungkin marah-marah jika tidak ada penyebab atau terjadi masalah yang sangat serius.
Keunggulan lagi, tindakan Tri Rismaharini adalah hal yang wajar, karena dia memarahi pegawai yang dinilai saat bekerja di bawah Kementerian Sosial (Kemensos).
"Saya, dalam konteks Gorontalo, jangan dilihat marahnya. Marah kan akibat, melihat harus didalami," ujar Aria Bima.
"Bagaimana seorang pendamping PKH, itu bukan pegawai Pemkot Gorontalo atau Gubernur Gorontalo, tapi pegawainya Bu Risma, digaji oleh Kemensos," sambungnya.
"Ditanya tentang satu desa, tapi dia gak ngerti, nunggu lurahnya. Maka Bu Risma marah," kata Aria Bima.
Aria Bima pun kembali menegaskan bahwa aksi marah-marah Tri Rismaharini sudah menjadi watak dan karakter, yang tak bisa diubah lagi.
"Jadi Bu Risma ini ada karakter, watak. Kalau orang Jawa bilang, 'Kalau batuk, bisa disembuhkan. Kalau watak, tidak bisa diubah'. Jadi kita terima saja," tutur Aria Bima.
Meski demikian, Aria Bima tetap menghargai perbedaan pendapat soal aksi marah-marah Tri Rismaharini.