Pilih Mundur Saat Diminta Ekspor Bahan Mentah, Jokowi Sempat Nekat Tak Mau Tanda Tangani Perjanjian G20

- 23 Desember 2021, 08:36 WIB
Presiden Jokowi buka-bukaan sempat tak mau menandatangani G20 gara-gara diminta ekspor bahan mentah dari Indonesia.
Presiden Jokowi buka-bukaan sempat tak mau menandatangani G20 gara-gara diminta ekspor bahan mentah dari Indonesia. /Antara/Fikri Yusuf

Dalam hal ini, sejak awal Presiden Jokowi sudah memutuskan untuk menolak ekspor bahan mentah dari Indonesia.

Baca Juga: Kisah Ikatan Cinta 23 Desember 2021: Demi Aldebaran, Hartawan Sembrono dan Tak Tolong Mama Sofia

"Nikel sudah stop, tahun depan saya incar bauksit, bauksit stop, lalu tembaga stop, tembaga sudah timah stop. Semua nilai tambah ada di dalam negeri, semua yang namanya nilai tambah harga dan lapangan kerja ada semuanya di dalam negeri. Tapi musuhnya memang negara-maju maju yang biasa barang itu kita kirim ke sana," ujar Jokowi.

Kendati demikian, Jokowi juga menjelaskan bahwa terdapat risiko pada saat menjalankan kebijakan tersebut.

"Di WTO kalah, kalah ya tidak apa-apa, tapi kalau tidak berani mencoba, kapan kita akan lakukan hilirisasi? Kapan kita stop kirim 'raw material'? Sampai kapan pun kita hanya jadi negara pengekspor barang mentah," ungkapnya.

Perlu diketahui bahwa jika Indonesia mengekspor bahan jadi atau setengah jadi, keuntungan yang didapat mencapai 10 kali lipat.

Baca Juga: Dikecam karena Syuting di Lokasi Pengungsian Gunung Semeru, Pihak Sinetron ‘TMTM’ Beri Klarifikasi

"Nikel saja itu berapa turunannya, digabung plus tembaga bisa jadi 'lithium battery', 'lithium ion', baterai mobil listrik, 'sodium ion', banyak sekali turunan yang bisa kita ambil dari sana. Saya meyakini hanya urusan nikel saja, sekarang ini yang dulu defisit dengan Tiongkok, saya yakin karena nikel dalam 3 tahun ini ekspor kita melompat kurang lebih hampir Rp280 triliun," ucap Presiden.

Jokowi telah menerapkan kebijakan hilirisasi, sehingga dia optimis pada 2030 Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dapat naik tiga kali lipat.

"Tolong ini dicatat. Perkiraan kita, 'income' per kapita kita antara 11 ribu sampai 15 ribu dolar AS. Ada yang menghitung 20 ribu sampai 21 ribu dolar AS, ndak ndak ndak. Kalau menghitungnya seperti itu pesimis saja. Kalau nanti bisa melompat ke 20 ribu dolar AS ya alhamdulillahtapi ini memang butuh keberanian (karena) ngamuk semuanya. Nikel kita sudah dibawa ke WTO ya sudah tidak apa-apa kita hadapi," kata Presiden Jokowi.*** (Rizky Fajar Ramadhan/Pikiran Rakyat Depok)

Halaman:

Editor: Nopsi Marga

Sumber: Pikiran Rakyat Depok


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah