Baca Juga: 5 Fakta Jalan Tol Cibitung-Cilincing yang akan Jadi Ikon Bekasi
Tipisnya rasa nasionalisme disinyalir menjadi faktor utama penyebaran radikalisme anti-ideologi NKRI.
Menurut beliau, empat konsensus nasional Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, harus ditanamkan dengan kuat agar dapat mencegah radikalisme.
The Habibie Center Anggap Pencabutan Kewarganegaraan Kontraproduktif
Baca Juga: Tumbangkan Manchester City, Rekrutan Baru Tottenham Tuai Pujian Jose Mourinho
Salah satu peneliti dari lembaga penelitian The Habibie Center, Nurina Vidya Hutagalung, menyatakan bahwa pencabutan kewarganegaraan Indonesia justru dapat menjadi kebijakan kontraproduktif.
“Pilihan kebijakan pencabutan kewarganegaraan sebagai hukuman terhadap simpatisan ISIS justru dapat menjadi kontraproduktif karena berpotensi memberikan legitimasi bagi keberadaan ISIS sebaai suatu entitas politik,” ucap Vidya.
Menurut Vidya, pasal yang dapat menjadi rujukan pencabutan kewarganegaraan adalah pasal 23 Undang-Undang no.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Baca Juga: Politikus PKS Usulkan Ekspor Ganja, BNN: Ganja Tidak Bisa Digunakan untuk Pengobatan
UU tersebut menyatakan bahwa seorang WNI dapat dicabut kewarganegaraannya bila: “masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden dan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada atau bagian dari negara asing”.
UU tersebut justru akan jadi bumerang karena status ISIS sebagai “tentara asing” atau “negara asing” tidak diakui oleh dunia.
Penerapan UU tersebut akan memberikan legitimasi hukum pada ISIS sebagai sebuah badan resmi yang diakui.
Baca Juga: Kemenkumham Terlibat Perumusan Perda, Ketua DPRD Bekasi: Tidak Ada Lagi Aturan yang Bertentangan Dengan Produk Hukum
Selain itu, menurut Vidya, pencabutan kewarganegaraan bertentangan dengan jaminan konstitusi bahwa status kewarganegaraan adalah hak asasi manusia.***