Pakar: Gerakan Mudik Warga Jakarta Pengaruhi Masa Puncak Virus Corona

- 2 April 2020, 09:52 WIB
Ilustrasi mudik
Ilustrasi mudik /Pikiran Rakyat/.*(foto Pikiran Rakyat)

PIKIRAN RAKYAT - Gerakan mudik penduduk Jakarta ke sejumlah daerah di Tanah Air akan memengaruhi pola penyebaran dan akan berpotensi memunculkan kasus-kasus baru serta mengubah masa puncak pandemi Virus Corona atau COVID-19.

Pakar dari Universitas Brawijaya Malang Andrew Willian Tulle mengatakan jika upaya pencegahan transmisi dapat dimaksimalkan, maka perkiraan puncak pandemi juga akan bergeser dan virus ini bisa segera berakhir.

Dikutip dari Antara oleh Pikiranrakyat-bekasi.com Andrew menambahkan selama ini virus corona masih ditransmisikan secara efektif antarmanusia, sehingga jumlah penderita terus bertambah.

Baca Juga: Pemerintah Kucurkan Rp 405,1 Triliun untuk Tangani Dampak Virus Corona

"Upaya yang dapat dilakukan adalah menghambat penyebaran dengan mengurangi kemungkinan transmisi virus antarmanusia, hingga seluruh penderita sembuh dan terbebas dari virus," katanya.

Andrew berharap dengan mengurangi transmisi dan seiring berjalannya waktu, virus corona akan mengalami mutasi dan menjadi lebih lemah.

Dirinya mencontohkan seperti yang terjadi pada kasus SARS 2002-2003, di mana hasil penelitian menunjukkan adanya mutasi virus tersebut yang menyebabkan keganasan berkurang.

Baca Juga: Betah di Rumah Lawan Corona: Resep Membuat Dalgona Coffee, Kopi Cafe ala Rumahan

Andrew mengimbau masyarakat tetap mengikuti aturan pemerintah agar virus corona tidak semakin menyebar.

"Di Indonesia, kemampuan untuk mendeteksi kasus baru COVID-19 masih terbatas," ungkap lulusan Master of Science (Biology & Biotechnology) RMIT University, Melbourne, Australia itu.

Ia pun menerangkan corona merupakan virus yang memiliki selubung di bagian luar yang disebut "envelope". Virus-virus envelope, jika envelopenya rusak akan menjadi inaktif.

Baca Juga: Bebaskan 30 Ribu Narapidana dan Anak, Anggaran Negara Diprediksi Hemat Rp 260 Miliar

Oleh karena itu, virus-virus envelope mudah diinaktifkan.

Akan tetapi virus corona berbeda dengan virus envelope yang lain, karena lebih mampu bertahan di lingkungan.

"Hanya saja faktor yang menyebabkan virus corona lebih stabil masih belum jelas," ujar Andrew.

Baca Juga: Pakar UGM Prediksi Lonjakan Kasus Corona di Indonesia Pekan Kedua April dan Berakhir Mei

Berdasarkan penelitian terbaru di NIH (National Institute of Health, US), COVID-19 dapat bertahan di lingkungan selama delapan jam dengan sedikit penurunan jumlah mulai terjadi pada tiga jam pertama.

Selain itu, virus tersebut juga dapat bertahan cukup lama pada permukaan benda mati.

"Berdasarkan penelitian tersebut, virus masih terdeteksi pada besi dan plastik hingga 72 jam, tetapi jumlahnya sudah turun hingga sepertiganya. Namun, penelitian tersebut hanya menguji stabilitas virus, belum diketahui apakah virus tersebut masih infeksius atau tidak," katanya.

Baca Juga: 1 Pasien Dinyatakan Sembuh, Wali Kota Bekasi Ungkap Daerah Asal

Meski demikian, dirinya mengimbau masyarakat tidak panik.

Pada saat menangani SARS belum ada media sosial, sehingga tenaga medis bisa menangani dengan lebih tenang, sedangkan pada masa COVID-19 ini, sering muncul broadcast-broadcast yang kurang tepat dan hoax-hoax di media sosial yang membuat masyarakat semakin panik.

"Mungkin media bisa membantu dalam perang melawan COVID-19 ini dengan menyebarkan berita-berita positif, sehingga dapat membantu meredakan kepanikan di masyarakat,” pungkasnya.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x