Baca Juga: Cek Fakta: Indonesia Canangkan Program 1 Suami 2 Istri, Simak Faktanya
Edhy menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, dan BP2MI untuk sama-sama melakukan pengecekan terkait dokumen dan kontrak para ABK Indonesia yang diduga mengalami eksploitasi.
Edhy turut menyampaikan akan segera menemui para ABK yang masih selamat dan akan segera meminta pertanggungjawaban kepada pihak perusahaan yang merekrut dan menempatkan para ABK ini, agar hak-hak nya dipenuhi.
Sejalan dengan yang disampaikan Menteri KKP, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan apa yang dialami oleh para ABK Indonesia yang tengah viral adalah bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia.
Hak ABK Indonesia terenggut, mulai dari kebebasannya, bekerja dalam kondisi tidak layak, tidak mendapatkan hak atas informasi, hingga hak yang paling dasar juga ikut terenggut, yaitu hak atas hidup.
Baca Juga: Waspadai Potensi Penularan Virus Corona Melalui Air Limbah di Selokan, Menurut Para Ahli
"Kondisi ini makin memperlihatkan kondisi pekerja migran Indonesia, terutama yang bekerja di sektor kelautan, berwajah muram," kata Wahyu Susilo, pada Kamis 7 Mei 2020 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari Antara.
"Sebelumnya, seperti yang kita ketahui, ribuan pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai ABK di kapal-kapal pesiar juga menjadi korban penularan Covid-19, baik tertular penyakitnya maupun kehilangan pekerjaannya. Menurut catatan BP2MI, sudah lebih dari 6000 ABK mengalami pemutusan hubungan kerja," tutur dia.
Kerentanan pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan memang bukan hal yang baru.
Dalam Global Slavery Index yang dikeluarkan Walk Free tahun 2014-2016, pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan terutama sebagai ABK di kapal pencari ikan dinobatkan sebagai praktek perbudakan modern terburuk.