Rahmat Kadir, menurut Widodo, perbuatan itu bukan muncul karena ancaman atau paksaan dari orang lain melainkan timbul dari hati nurani Rahmat yang merasa kepolisian diremehkan.
"Sikap patrotik terdakwa merasa tercabik dan dengan melihat fakta seperti itu sehingga secara spontan menciptakan antipati terhadap saksi korban," ucap Widodo.
"Inilah yang membuat terdakwa spontan ingin memberikan pelajaran kepada saksi korban dengan menyiramkan air aki yang sudah dicampur air biasa ke tubuh korban. Pengakuan terdakwa itu bukan rekayasa atau diarahkan melainkan kebenaran," tuturnya.
Baca Juga: Dituduh Lakukan Spionase, Mantan Marinir AS Divonis 16 Tahun Penjara di Rusia
Rahmat disebut tidak punya maksud atau "mens rea" untuk menciderai Novel.
"Peristiwa terhadap saksi korban adalah peristiwa yang sering terjadi dan dapat menimpa siapa saja tapi digiring oleh pihak tertentu maka menggelinding seolah-olah menyudutkan pihak kepolisian," ungkap Widodo.
Dalam pledoi tersebut, pengacara meminta agar majelis hakim menyatakan Rahmat Kadir Mahulete dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, subsider, dan dakwaan lebih subsider dan harus dibebaskan dari seluruh dakwaan.
Baca Juga: Miliki Kaki seperti Ceker Ayam, Babi Hutan Ini Gegerkan Warga Setempat
Penasihat hukum juga meminta majelis hakim memulihkan dan mengembalikan serta merehabilitasi harkat, martabat, dan nama baik Rahmat Kadir serta mengeluarkannya dari rumah tahanan.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 22 Juni 2020 dengan agenda tanggapan JPU atas nota pembelaan.***