Banyak Produk dengan label ‘Palm Oil Free’, CPOPC: Itu Berdampak Lebih Negatif Bagi Produk Sawit

- 17 September 2020, 07:43 WIB
Contoh produk "Palm Oil Free". /Twitter/@italy_export
Contoh produk "Palm Oil Free". /Twitter/@italy_export /

PR BEKASI – Pemberian label palm oil free atau bebas minyak sawit dinilai merupakan bentuk lain untuk memboikot produk minyak kelapa sawit, yang menjadi salah satu produk ekspor andalan Indonesia.

Tidak hanya Indonesia, hal tersebut merupakan penilaian oleh negara-negara anggota Dewan Penghasil Minyak Sawit (CPOPC).

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Wakil Direktur Eksekutif CPOPC, Dupito D Simamora, mengungkapkan dalam webinar bertajuk “Misleading Food Labeling Threaten Palm Oil Market” yang diselenggarakan pada hari Rabu, 16 September 2020.

Baca Juga: Usai Dipromosikan Ade Londok dan Viral di Medsos, Pembeli Odading Mang Oleh Kini Harus Rela Antre

“Dalam pandangan kami, label palm oil free ini kata lain dari boikot yang bisa berdampak jauh lebih negatif kepada sawit, karena mempengaruhi konsumen langsung,” ungkapnya.

Dupito menuturkan bahwa labelisasi tersebut, tidak lain digunakan sebagai strategi pemasaran untuk menunjukkan seakan-akan produk minyak nabati selain sawit lebih sehat dan lebih ramah lingkungan.

Dia juga menjelaskan mengenai keberadaan labelisasi bebas minyak sawit sebenarnya tidak berdasarkan regulasi, namun dikampanyekan murni oleh swasta.

Baca Juga: Gunakan Ini Agar Terlindung dari Covid-19, Berikut BeragamJenis Masker dan Kelebihannya

Bahkan labelisasi tersebut bertentangan dengan ketentuan di Uni Eropa, di mana kampanye negatif sawit kerap berasal.

“Paling tidak ada tiga ketentuan di Uni Eropa yang melarang soal food information, tidak boleh misleading (menyesatkan). Itu memberi batasan yang jelas soal apa yang tidak boleh dicantumkan dalam produk yang dijual di Uni Eropa,” tutur Dupito.

Dengan ketentuan tersebut, maka label palm oil free yang ada di Uni Eropa seharusnya ilegal. Namun menurutunya, terdapat pembiaran yang terjadi. Terlebih, sudah terdapat lebih dari dua ribu produk dengan labelisasi tersebut.

Baca Juga: Dukung Kemajuan Tempat Wisata di Daerahnya, Warga Desa Pusar OKU Hibahkan Lahannya

Selain masalah labelisasi, Dupito menambahkan bahwa industri sawit ke depan juga menghadapi masalah regulasi yang berpotensi mendiskreditkan sawit. Baik dari sisi lingkungan, kesehatan, dan sosial, dengan penerapan batas maksimum kandungan sawit mulai Januari 2021.

Stefanus Indrayana selaku Sekjen Gabungan Pengusahan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) juga mengatakan, meski produk sawit terus digempur dengan banyak kampanye negatif, masalah labelisasi tidak mengganggu industri makanan dan minuman.

Kendati demikian, Stefanus mengaku khawatir bentuk kampanye tersebut akan diterima masyarakat, terutama kalangan milenial, sehingga menyebabkan salah persepsi.

Baca Juga: Pilih Diam di Rumah Selama PSBB,  Pesan Makanan Lewat GoFood Alami Peningkatan yang Signifikan

Sementara itu, Joko Supriyono selaku Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan isu labelisasi bebas minyak sawit sudah lama terjadi dan ditemukan di Indonesia.

Dia menyebutkan bahwa sejak 2016 lalu telah ditemukan sejumlah produk dengan label tersebut dan sempat dipermasalahkan.

Pihaknya juga menemukan sejumlah produk impor dengan label tersebut banyak dijual di marketplace. Oleh karena itu, Joko mengharapkan adanya tindak lanjut dan pengawasan atas kejadian semacam itu.

Baca Juga: GoJek Bantu UMKM Naik Kelas dengan Manfaat Teknologi Melalui Aplikasi GoBiz

“Ini pasti ke depan akan banyak. Kita harus jaga, karena produk makanan yang dilabeli palm oil free ini bertentangan dengan kepentingan nasional,” tuturnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x