Bebas dari Penjara, Inilah Profil Siti Fadilah Supari, Menkes yang Berani Lawan WHO dan Amerika

- 31 Oktober 2020, 17:30 WIB
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari /ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

PR BEKASI - Mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Siti Fadilah Supari sempat dijerat hukuman penjara selama empat tahun.

Namun pada Sabtu, 31 Oktober 2020 hari ini, ia dinyatakan dapat menghirup udara bebas.

"Iya betul sudah bebas," kata Kabag Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham, Rika Aprianti, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI pada Sabtu, 31 Oktober 2020.

"Dibebaskan karena telah selesai menjalani pidana pokok, pidana denda, dan pidana tambahan uang pengganti telah dibayarkan ke negara," katanya menambahkan.

Baca Juga: Tidak Diterima CPNS 2019, Jangah Sedih! Manfaatkan Waktu Tiga Hari Untuk Beri Sanggahan 

Ia sempat menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia, berikut profil Siti Fadilah Supari.

Siti Fadilah Supari lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada 6 November 1949, yang saat ini telah berusia 70 tahun.

Siti Fadilah merupakan seorang dosen dan ahli jantung, ia juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden dari 25 Januari 2010 hingga 20 Oktober 2014 lalu.

Sebelumnya, pada 20 Oktober 2004, Siti Fadilah dilantik menjadi Menkes oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Selain itu, ia juga merupakan salah satu dari empat perempuan yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu, selain Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta.

Baca Juga: Dewi Tanjung Pertanyakan Wewenang Najwa Shihab, Refly Harun: Kenapa Harus Persoalkan Tetek Bengeknya 

Diketahui, ia juga bekerja sebagai staf pengajar kardiologi Universitas Indonesia. Kemudian, selama 25 tahun, ia menjadi ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Sebelum menjadi menteri, ia tampil sebagai dosen tamu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dosen tamu di Pasca Sarjana Jurusan Epidemiologi Universitas Indonesia dan pengajar Departemen Jantung dan Pembuluh Darah Pusat Jantung Nasional Harapan Kita/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan staf pengajar kardiologi Universitas Indonesia.

Siti Fadilah telah menjabat sebagai ahli jantung Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama 25 tahun.

Selain itu, ia juga pernah menjadi Kepala Unit Penelitian Yayasan Jantung Indonesia dan Kepala Pusat Penelitian Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Baca Juga: Raih Predikat Kota Terbaik di Dunia, Anies Baswedan: Alhamdulillah, Selamat untuk Warga Jakarta! 

Peran Siti dalam Memberantas Pandemi Flu Burung

Namanya dinilai sukses saat Indonesia sempat dilanda wabah virus Flu Burung. Salah satu keputusan kontroversinya saat Siti Fadilah mengakhiri pengiriman virus flu burung ke laboratorium WHO pada November 2006 lalu.

Karena, dikabarkan bahwa ia ketakutan akan pengembangan vaksin yang lalu dijual ke negara-negara berkembang, dengan Amerika Serikat mendapat keuntungan dan Indonesia tidak mendapat apa-apa.

Selain itu, ia juga takut bahwa vaksin itu akan digunakan untuk senjata biologi.

Setelah itu, ia berusaha mengembalikan hak Indonesia. Pada 28 Maret 2007, Indonesia mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan WHO untuk memulai pengiriman virus dengan cara baru untuk memberikan akses vaksin terhadap negara berkembang.

Baca Juga: Buka Cabang di Jepang, BNI Kini Bisa Layani Transaksi Bilateral Indonesia-Jepang 

Pada 15 Mei 2007, ia mengonfirmasi bahwa Indonesia kembali mengirimkan sampel H5N1 ke laboratorium WHO.

Sebelumnya, pada Maret 2007, ia menuding Askes tidak menyalurkan klaim rumah sakit sesuai dengan permintaan dalam rapat di Dewan Perwakilan Rakyat.

Sementara, pada tanggal 6 Januari 2008, Siti Fadilah merilis buku 'Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung'.

Buku tersebut berisi mengenai perjalanannya melawan Flu Burung di Indonesia dan adanya bayang-bayang nekolim dari luar negeri.

Buku tersebut juga dianggap membongkar cara kerja WHO Sebenarnya.

Baca Juga: Jokowi Marah, Pernyataan Emmanuel Macron Dianggap Telah Lukai Hati Umat Islam 

Siti Fadilah membuka ketidak-adilan World Health Organization (WHO) yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan 'virus sharing' yang ternyata banyak merugikan negara miskin dan berkembang asal virus tersebut.

Keberadaan buku itu menuai protes dari petinggi-petinggi WHO dan AS. Buku edisi Bahasa Inggris ditarik dari peredaran untuk dilakukan revisi, sedangkan buku edisi Bahasa Indonesia masih beredar dan memasuki cetakan ke-4.

Siti Fadilah menjamin bahwa Indonesia dapat memproduksi vaksin flu burung sendiri pada Mei 2008 lalu.

Ia juga menyatakan bahwa industri vaksin Indonesia setara dengan Republik Rakyat Tiongkok.

Sehingga, pada Selasa, 12 Mei 2009, ia meminta disampaikan secara khusus agar penerimaan mahasiswa asing untuk bidang kedokteran dihentikan secara bertahap kepada petinggi Universitas Padjadjaran, Bandung, dihadapan para wartawan, saat berkunjung ke Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung.

Alasannya, ia mengungkapkan, masih banyak orang Indonesia yang ingin jadi dokter dan fasilitas rumah sakit yang dipakai untuk praktik mahasiswa kedokteran asing dibiayai oleh uang rakyat tapi dipakai calon dokter dari Malaysia.

Baca Juga: Jokowi Marah, Pernyataan Emmanuel Macron Dianggap Telah Lukai Hati Umat Islam 

Kontroversi Korupsi

Kontroversi juga meliputi kehidupan Siti Fadilah terkait pemberitaan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada bulan April 2012 lalu.

Dikabarkan bahwa ia terkait kasus proyek pengadaan alat kesehatan untuk kejadian luar biasa tahun 2005 senilai Rp15 miliar dengan perkiraan kerugian negara sebesar Rp5.7 miliar.

Selain itu, Siti juga dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp1,9 miliar. Menurut jaksa, uang tersebut diberikan oleh Direktur Keuangan PT Graha Ismaya Sri Wahyuningsih berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai Rp500 juta.

Kemudian, dari Rustam Syarifudin Pakaya yang diperoleh dari Direktur Utama PT Graha Ismaya, Masrizal Achmad Syarif sejumlah Rp1.375.000.000.

Baca Juga: Khabib Nurmagomedov 'Injak' Foto Emmanuel Macron: Semoga Dia dan Pengikutnya Dapat Hidayah 

Uang tersebut terdiri dari 50 lembar MTC senilai Rp1.2 miliar dan 1 lembar MTC senilai Rp25 juta, dan 10 lembar MTC senilai Rp100 juta.

Menurut hakim, uang-uang tersebut diberikan karena Siti telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I dan memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai suplier pengadaan alkes I.

Atas perbuatannya, Siti terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah