Mengaku Khawatir Ditangkap Setiap Buat Konten, Refly: Negara Tak Boleh Penjarakan Orang yang 'Salah'

- 3 November 2020, 09:46 WIB
Ahli hukum tata negara Refly Harun.
Ahli hukum tata negara Refly Harun. /YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Jika bicara kebebasan sipil di Indonesia nampaknya sekarang ini hal tersebut menjadi sesuatu hal yang sensitif dibicarakan di publik.

Karena penggunaan UU ITE yang dibuat SBY yang dulunya digunakan untuk menangkap para penjahat di media sosial, kini menurut masyarakat UU ITE malah disalahgunakan ke ranah yang lebih jauh.

Oleh karena itu, banyak masyarakat Indonesia yang saat ini takut untuk berbicara dengan bebas "speech of freedom" karena takut ditangkap dan dipidanakan.

Baca Juga: Relawan Jokowi Diangkat Komisaris BUMN, Fadli Zon: Ayo Siapa yang Belum Dapat Jatah?

Bicara soal kebebasan sipil, ahli hukum tata negara Refly Harun mengakui memang saat ini Indonesia dibayang-bayangi kekhawatiran dan ketakutan tersebut.

Dirinya pun mengatakan bahwa selama membuat 400 konten di kanal YouTubenya saat ini, Refly selalu dibayang-bayangi kekhawatiran.

"Saya sudah membuat 400 konten YouTube, tapi dalam setiap 400 itu saya selalu dibayang-bayangi kekhawatiran bukan ketakutan, tentang kalo salah ngomong, terpeleset ngomong akan diproses hukum, ditangkap, harusnya gak begitu dalam kehidupan kewarganegaraan," tuturnya.

Baca Juga: Oknum Aparat 'Beri' Buronan KPK Mobil Dinas Pejabat, Rocky Gerung: Sudah Rusak Sampai ke Akarnya

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, menurutnya negara tidak boleh memenjarakan orang yang 'salah', yang harus dipenjarakan adalah orang yang jahat seperti yang korup, merampok, dan mencoleng.

Refly juga menjelaskan skenario misal ada pihak-pihak yang diganggu martabatnya oleh pihak lain tanpa harus menggunakan menangkap atas nama UU ITE.

"Nah sederhana, misal saya mengeluarkan statement lalu ada pihak yang merasa terganggu, pihak yang merasa terganggu ini pasti orang gak mungkin institusi, karena institusi benda mati, mana ada institusi punya hati dan pikiran," ucapnya.

Baca Juga: Siklon Tropis Goni Semakin Kuat, BMKG Minta Masyarakat Waspada karena Picu Gelombang Tinggi Perairan

"Orang ini kan bisa direkonsiliasi oleh negara, di sinilah peran penegak hukum sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, kedua pihak harusnya memanggil penegak hukum untuk rekonsiliasi yang sesuai dengan demokrasi Pancasila," tuturnya menambahkan.

Namun menurut Refly Harun, yang kerap terjadi saat ini adalah jika ada salah satu pihak yang dianggap bukan pendukung rezim terpeleset, pihak lawannya kerap menggunakan tangan negara untuk penjarakan dan tersangkakan mereka, itu yang tidak benar.

Refly Harun juga menyampaikan sebuah pesan kepada para pemimpin KAMI yang beberapa waktu lalu ditangkap.

Baca Juga: Bantah Milenial Hanya Bisa Demo, Tsamara Amany: Anak Muda Kita Punya Banyak Sumbangsih

"Saya ingin tanya apakah mereka penjahat atau tidak? itu aja, karena negara itu harus menghukum dan memenjarakan orang penjahat, kira-kira mereka penjahat bukan?," kata Refly Harun.

Refly Harun menilai, seharusnya perbedaan pilihan dan pikiran tidak menjadikan seseorang layak untuk ditangkap dan dipenjarakan.

Lalu terkait kabar ditemukannya upaya menghasut di dalam HP para petinggi KAMI, Refly jelaskan kenapa hal tersebut belum cukup untuk memenjarakan seseorang.

Baca Juga: Donald Trump Kalah Survei, Joe Biden Lebih Unggul di Enam Wilayah Jelang Pemilu AS Hari Ini

"Gini kita harus membedakan tindak pidana sama hal-hal tadi yang bersifat kritis, kalo tindak pidana harus dibuktikan dan harus ada sebab akibatnya, susahnya delik kita penghasutan, provokasi, dan penyebaran kebencian itu tidak dilihat akibatnya yang terpenting kita sudah mengunggahnya," tuturnya. 

"Padahal kita gak tau yang terpengaruh siapa, pokoknya ada orang yang melaporkan kenalah kita," tutur Refly Harun. ***

Editor: Puji Fauziah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah