Subsidi Kuota Dinilai Terlalu Besar, KPAI: Berpotensi Mubadzir, Mayoritas Guru Pakai Kuota yang Umum

22 September 2020, 19:02 WIB
Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti, Instagram/@retno_listyarti13 /

 

PR BEKASI – Subsidi kuota internet yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai akan banyak yang tak terpakai, lantaran jenis kuota belajar yang diberikan terlalu besar.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun mengkritisi bantuan paket data internet yang diberikan Kemendikbud untuk sekolah dan perguruan tinggi, dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19 tersebut.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Retno Listyarti selaku Komisioner KPAI bidang pendidikan menilai subsidi kuota belajar tersebut berpotensi mubazir karena jumlah kuota internet umum yang biasa digunakan mayoritas guru justru kecil, jika dibandingkan dengan kuota belajar.

Baca Juga: Cegah Klaster Keluarga Bertambah, Pemkab Bekasi Minta Pasien OTG Jalani Isolasi Terpusat

“Kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan, sebab mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang jatuhnya justru merupakan kuota umum,” katanya.

Menurut Retno, kuota belajar yang jumlahnya berkisar dari 20 hingga 45 Giga Bait per bulan, akan sangat minim pemakaiannya.

Hal itu dikarenakan kuota belajar hanya dapat digunakan untuk membuka aplikasi layanan pendidikan yang jumlahnya terbatas.

Baca Juga: Sambut Tanggal Gajian, Cek Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini Buat Kantong Lebih Hemat

Sementara, aplikasi tersebut belum tentu merupakan aplikasi yang digunakan untuk belajar daring selama ini.

“Kuota belajar dalam paket yang diberikan kepada para peserta didik berdasarkan apa spesifikasinya, apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kemendikbud ataukah semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar,” tutur Retno.

Berdasarkan survey KPAI pada April 2020, terungkap bahwa PJJ secara daring didominasi penugasan melalui aplikasi WhatsApp, Email, dan media sosial lain seperti Instagram.

Baca Juga: Satgas Covid-19: Kami Tak Bisa Toleransi Aktivitas Politik Timbulkan Kerumunan dan Potensi Penularan

Artinya, peserta didik, atau guru dan dosen, perlu menggunakan kuota umum lebih banyak.

“Kalau misalnya peserta didik melakukan pembelajaran, tapi dari sekolah harus menggunakan aplikasi lain selain dari yang dipaketkan, itu berarti akan masuk ke kuota umum,” ucap Retno.

Merujuk pada hasil survey KPAI tersebut, maka kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan. Sebab, mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang difasilitasi oleh kuota umum.

Baca Juga: Satgas Covid-19: Kami Tak Bisa Toleransi Aktivitas Politik Timbulkan Kerumunan dan Potensi Penularan

“Kalau kuota belajar minim pemakaiannya, padahal kuota besar. Maka hal ini perlu disiasati agar uang negara dapat dioptimalkan membantu PJJ daring, jangan malah menguntungkan providernya,” kata Retno.

Karena hal itu, dia pun mengusulkan agar penyedia layanan internet mengeliarkan kartu khusus untuk pelajar, dan penggunaannya dapat disesuaikan kebutuhan pembelajaran.

Akan lebih baik, jika provider mengeluarkan kartu baru yang sudah aktif.

Baca Juga: Pemberlakuan PSBB di Jakarta Berimbas pada Tingkat Okupansi Hotel Di Jawa Barat

“Masa berlaku 1, 3, sampai 6 bulan aktivasi provider dengan kuota khusus siswa, dengan demikian siswa dapat menggunakan kartu baru tersebut untuk belajar,” tutur Retno.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler