Dinilai Berbahaya dan Melanggar Hak, Pemerintah Akan Hapus Perkawinan Anak dan Sunat Perempuan

- 15 September 2020, 21:44 WIB
Indra Gunawan. /KPPPA
Indra Gunawan. /KPPPA /

 

PR BEKASI – Masuk ke dalam salah satu sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) hingga tahun 2030, Pemerintah berkomitmen menghapuskan segala bentuk praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan sunat perempuan.

Menurut Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Indra Gunawan, praktik sunat pada perempuan dinilai berbahaya, tidak diperlukan, dan melanggar hak perempuan.

Dilansir Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, hal tersebut diungkapkan Indra melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa, 15 September 2020.

Baca Juga: Polisi Terbitkan Aturan Pam Swakarsa, KontraS: Akan Ada Potensi Ormas Boleh Gunakan Kekerasan

“Pemotongan/perlukaan genital perempuan, atau sunat perempuan merupakan praktik berbahaya yang secara eksklusif ditujukan kepada perempuan dan anak perempuan, yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan, hingga memicu depresi dan trauma,” tuturnya.

Karena itu menurutnya, KPPPA mengajak seluruh masyarakat secara bersama-sama menghentikan praktik sunat pada perempuan karena melanggar hak dasar perempuan untuk memperoleh kesehatan, integritas tubuh, serta bebas dari diskriminasi dan perlakuan kejam, atau upaya merendahkan martabat.

Dia menambahkan, KPPPA telah memiliki peta jalan dan rencana strategis pencegahan sunat perempuan, dengan target pencapaian hingga 2030.

Baca Juga: Odading Mang Oleh Viral di Media Sosial, Berikut 3 Fakta Menarik tentang Jajanan Ini

“Kita sangat berharap seluruh anak perempuan dan perempuan di Indonesia terlindungi dari praktik-praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan sunat,” kata Indra.

Muhammad Fadli selaku sekretaris Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Komisariat Jakarta Selatan, mengatakan bahwa berbeda dengan laki-laki, perempuan tidak memerlukan sunat.

“Organ genitalia perempuan terlahir sudah optimal dan sempurna, berbeda dengan laki-laki yang harus disunat untuk menghindari masalah kesehatan di kemudian hari,” tuturnya.

Baca Juga: Belum Ada Tanda Pandemi Berakhir, Fachrul Razi: Kemenag Akan Anggarkan 3 Triliun untuk Mitigasi

Fadli mengatakan bahwa sunat pada laki-laki memiliki prosedur standar operasional dan praktik yang seragam, sedangkan sunat pada perempuan tidak memiliki prosedur standar dan keseragaman di berbagai daerah.

Praktik sunat pada perempuan dinilai berbahaya, karena merupakan tindakan sengaja yang dilakukan untuk mengubah atau mencederai organ genital perempuan.

Hal tersebut dilakukan tanpa adanya indikasi medis, sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan, sampai komplikasi langsung maupun jangka panjang.

Baca Juga: Kenakan Celana Dalam Saat Kendarai Motor, Aksi Wanita Ini Viral di Media Sosial dan Dihujat Warganet

Dari sisi agama, terutama agama Islam, KH Faqihuddin Abdul Kodir dari Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, mengatakan bahwa hampir semua fatwa ulama di dunia telah mengharamkan praktik sunat perempuan.

Fatwa yang terbaru berasal dari Lembaga Fatwa Mesir dan Universitas Al Azhar Mesir pada Februari 2020, setelah terdapat kasus anak perempuan yang meninggal karena disunat pada Januari 2020.

“Fatwa itu terang benderang dan dengan argumentasi kuat, menyatakan khitan perempuan bukan bagian dari syariah. Karena hadist dan Quran-nya tidak tegas. Itu bagian dari kebiasaan atau tradisi yang harus dikembalikan kepada yang kompeten, yaitu kedokteran,” tuturnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x