UNESCO Peringatkan Disinfomedic Jadi Tantangan Jurnalisme Online di Indonesia

16 Mei 2020, 16:30 WIB
ILUSTRASI jurnalis.* /The Guardian/

PIKIRAN RAKYAT - Di tengah pandemi Virus Corona saat ini, muncul tantangan lain yang juga sangat membahayakan masyarakat.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah memperingatkan disinfodemic menjadi hal yang membahayakan saat pandemi COVID-19.

Dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika menurutnya, penyakit kedua yang menyertai pandemi COVID-19 itu menimpa pada orang yang tidak bisa membedakan mana informasi yang benar dan dari mana sumbernya.

Baca Juga: 7 Tahun Menanti Kehadiran Buah Hati, Sang Ibu Hanya Bisa Melihatnya 4 Jam Sebelum Meninggal

Hal itu menjadi tantangan bagi jurnalisme online.

“Musuh utama lainnya yang patut kita waspadai juga adalah meningkatnya aliran misinformasi tentang Covid-19,” kata Johnny.

Untuk itu para jurnalis memegang kunci untuk menyediakan informasi yang kredibel.

Baca Juga: Bom Truk Meledak di Kawasan Penduduk Afghanistan, 5 Orang Tewas

“Karena hoaks membahayakan kehidupan, membuat kekacauan dan disharmoni kehidupan masyarakat,” ujarnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menangani 1.200 hoaks yang tersebar di berbagai platform digital seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube.

Data tersebut berdasarkan catatan Tim AIS Direktorat Pengendalian Ditjen Aptika.

“Kominfo telah menangani, mendeteksi dan mengidentifikasi sebaran isu hoaks. Bahkan per hari ini sudah lebih banyak lagi. Data per hari ini menunjukkan 1.471 sebaran isu hoaks ditemukan di empat platform. Sebanyak 1.116 konten masih perlu ditandaklanjuti dan 455 sedang dalam proses,” tutur Johnny.

Sementara secara global, Menteri Kominfo mengutip laporan dari UNESCO yang menyebutkan bahwa sudah ada 112 juta konten hoaks terkait COVID-19 di media sosial.

Baca Juga: Tradisi Tembakan Meriam Sebagai Tanda Berbuka Puasa di Mesir

“40 persen berasal dari sumber yang tidak reliabel. Dan terdapat hampir 42 persen dari 178 juta Tweet yang berkaitan dengan pandemi Covid-19 di dunia diproduksi oleh bot yang tak bisa diandalkan," ucapnya.

Lebih lanjut pihaknya mengungkapkan, saat ini jurnalisme online telah menjadi peluang untuk membuka praktik media online yang bermasalah dalam memberi informasi terkait situasi pandemi COVID-19.

Model bisnis demikian, digunakan untuk menangkap dan mempertahankan perhatian pengguna atau user.

Baca Juga: Internasional Longgarkan Kebijakan Pembatasan Sosial, Harga Minyak Dunia Kembali Naik

“Target traffic yang tinggi detik per detik seringkali juga mengabaikan persoalan etika,” imbuhnya.

Melihat kondisi tersebut, Johnny menyatakan ada empat langkah kesepakatan yang dirumuskan bersama Google, Facebook, Microsoft, Reddit, LinkedIn, Twitter, dan YouTube pada 26 Maret yang lalu.

Langkah tersebut yakni melalui content moderation, menghapus dan menandai adanya disinfodemic, memberi donasi kepada fact checker dan jurnalis, mengarahkan user langung kepada sumber informasi resmi Virus Corona, dan melarang iklan COVID-19 yang menyesatkan.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Kominfo

Tags

Terkini

Terpopuler