PR BEKASI – Kabar terbaru, pemerintah mulai 1 Februari 2021, penjualan pulsa, voucher, kartu perdana, dan token listrik akan dikenakan pajak.
Adapun pajak yang dimaksud adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Hal tersebut tertuang dalam aturan baru Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03.
PMK tersebut ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan pada 22 Januari 2021.
“Kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token dan voucher perlu mendapatkan kepastian hukum,” demikian bunyi PMK Nomor 6/PMK.03/2021.
Perhitungan dan pemungutan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa pulsa dan kartu perdana yang dapat berbentuk voucher fisik atau elektronik oleh pengusaha jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi.
Pertimbangan lain dalam menerapkan regulasi baru itu adalah untuk menyederhanakan administratif dan mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa.
Baca Juga: Hadiri Pesta Ulang Tahun Kucing, Puluhan Tamu Undangan malah Terinfeksi Covid-19
Selain itu, penyerahan BKP berupa token pulsa oleh penyedia tenaga listrik pun dikenai PPN.
PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa pulsa dan kartu perdana oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi kepada penyelenggara distribusi tingkat pertama dan atau pelanggan telekomunikasi.
Kemudian penyelenggara distribusi tingkat kedua dan atau pelanggan telekomunikasi.
Penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada pelanggan telekomunikasi melalui distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan secara langsung dan penyelenggara tingkat selanjutnya.
Dalam pasal 4 ayat 4 disebutkan pemungutan PPN sesuai contoh yang tercantum pada lampiran dalam PMK itu yaitu sebesar 10 persen.
Kemudian terkait perhitungan dan pemungutan PPh atas penjualan pulsa dan perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh pasal 22 dipungut PPh pasal 22.
Pemungut PPh melakukan pemungutan sebesar 0.5 persen dari Nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada distribusi tingkat selanjutnya atau harga jual atas penjualan kepada pelanggan secara langsung.
Jika wajib pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka besarnya tarif pemungutan PPh pasal 22 lebih tinggi 100 persen dari tarif 0.5 persen.***