PR BEKASI - Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perhubungan diminta untuk merevisi dua aturan terkait program tol laut.
Revisi tersebut terkait Permendag Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut dalam Program Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, tertular, dan perbatasan.
Serta penggunaan aplikasi Logistic Communication System (LCS) untuk memantau data muatan dalam tol laut. Sehingga akan menghilangkan penyimpangan Standard Operating and Procedure (SOP) atau mekanisme penyelenggaraan program tol laut.
Baca Juga: Lewat Lelang Telepon Enam Menit, Kacamata Mahatma Gandhi Berhasil Terjual Rp5 Miliar
"Dalam Permendag Nomor 53/2020 terdapat pembatasan jenis barang yang diangkut, sehingga dinilai sebagai kendala peningkatan muatan kapal tol laut dan membatasi barang-barang yang dibutuhkan daerah," tutur Benny Laos, Bupati Kabupaten Morotai dalam webinar yang bertajuk "Transportasi untuk Merajut Keberagaman" di Jakarta, Senin 24 Agustus 2020, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.
"Selain itu, juga membatasi muatan balik dari daerah Timur ke Barat, sehingga potensi komoditas daerah tidak termanfaatkan secara optimal," kata Benny menambahkan.
Menurutnya, ada beberapa kendala sehingga peningkatan tol laut dan tujuan Nawacita (sembilan prioritas pembangunan lima tahun ke depan) belum mencapai sasaran yang sempurna. Hal ini disebabkan karena adanya regulasi yang membatasi.
Baca Juga: Diyakini Ulah ISIS, Dua Bom Guncang Filipina yang Tewaskan 9 Orang dan Puluhan Lainnya Luka-luka
Pertama, Permendag 38 yang berubah menjadi Permendag 53/2020 yang mengatur jumlah dan jenis barang. Benny mengusulkan, agar ke depannya tidak mengatur pembatasan tapi mengatur yang dilarang, karena sangat mempengaruhi terhadap posisi pertumbuhan ekonomi baru yang sedang berjalan.