Kebijakan Burden Sharing Jadi Mata Pisau, Berpotensi Picu Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

- 3 September 2020, 18:05 WIB
Ilustrasi uang rupiah.
Ilustrasi uang rupiah. /EmAji/Pixabay/EmAji

PR BEKASI – Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis, 03 September 2020, diperkirakan melemah dan masih dibayangi sentimen rencana perpanjangan kebijakan berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) hingga tahun 2022.

Dilansir Pikiranrakyat-Bekasi.com dari ANTARA, setelah  pagi tadi nilai tukar (kurs) rupiah bergerak melemah 10 poin atau 0.07 persen, pada pukul 10.15 WIB rupiah kembali melemah 55 poin atau 0.37 persen menjadi Rp14.800 per dolar Amerika dari sebelumnya Rp14.745 per dolar Amerika.

“Isu burden sharing BI juga mungkin menambah tekanan ke rupiah, dimana BI ikut membantu pembiayaan penanganan Covid-19 untuk memulihkan ekonomi Indonesia," ucap Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjend.

Baca Juga: 67 Jurusan Bisa Daftar Lowongan Calon Prajurit Karier TNI, Simak Mekanisme Pendaftarannya

"Kebijakan ini dikhawatirkan menambah likuiditas rupiah di pasar sehingga rupiah tertekan,” sambungnya pada  Rabu, 2 September 2020.

“Dalam jangka pendek burden sharing akan menjadi katalis negatif untuk rupiah, tapi untuk jangka panjang saya berharap ini akan positif untuk ekonomi Indonesia agar dapat pulih lebih cepat,” ucap Rully Arya Wisnubroto selaku Analis Pasar Uang Bank Mandiri.

Menurutnya, pasar memang melihat bahwa prospek ekonomi ke depan masih penuh dengan ketidakpastian meskipun secara gradual, aktivitas ekonomi sudah mulai bergerak.

Rully melanjutkan bahwa berbagai kebijakan memang dibutuhkan untuk mendorong ekonomi agar dapat pulih dengan cepat dari resesi ekonomi.

Baca Juga: TNI Buka Lowongan Perwira Prajurit Kerja Hingga 31 Oktobee 2020, Simak Persyaratannya bagi Pendaftar

“Namun memang dalam jangka pendek diperlukan kebijakan yang di luar kebiasaan, antara lain dengan burden sharing BI-Kemenkeu ini,” ungkapnya.

Sementara itu, dari eksternal memang terdapat pengaruh penguatan dolar AS setelah kemarin data ketenagakerjaannya masih di bawah ekspektasi, tapi memang masih menunjukkan tren yang positif.

“Selain itu, indeks PMI manufaktur AS juga lebih baik dari ekspektasi,” ucap Rully.

Indeks PMI AS berada di level 56 yang merupakan angka tertinggi dalam 19 bulan terakhir. Hal tersebut mengindikasikan aktivitas pabrik di AS semakin bergeliat dan ekspansif.

Baca Juga: Jadi Garda Terdepan, Erick Thohir Sebut Vaksin Covid-19 Akan Diprioritaskan untuk Tenaga Medis

Sentimen tersebut dapat turut menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, ditambah faktor deflasi dalam negeri Agustus 2020 yang mengindikasikan daya beli masyarakat belum membaik.

Pada hari Rabu, rupiah ditutup melemah 172 poin atau 1.18 persen menjadi Rp14.745 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.573 per dolar AS.

Sementara itu kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu menunjukkan bahwa rupiah melemah menjadi Rp14.818 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.804 per dolar AS.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x