Berkat Kotoran Burung, Gurun Terkering di Bumi Ini Pernah Jadi Oasis yang Subur

31 Januari 2021, 19:17 WIB
Ilustrasi gurun Atacama tempat terkering di permukaan Bumi pernah menjadi oasis. /Pixabay

PR BEKASI -  Gurun Atacama dikenal memiliki kondisi lingkungan terkering di muka Bumi. Bahkan gurun ini memiliki kondisi lingkungan yang mirip seperti di planet Mars atau hyperaid.

Sehingga jika hujan turun di tempat tersebut akan membawa kematian alih-alih kehidupan. Namun, ribuan tahun lalu tempat tersebut pernah menjadi oasis subur yang mendukung kehidupan manusia.

Lantas bagaimana kehidupan menemukan jalannya di Gurun Atacama?

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Ikatan Cinta Minggu, 31 Januari: Andin Stres Berat, Al Putus Asa Usai Digugat Cerai Andin 

Kehidupan menemukan jalannya di Gurun Atacama tak terlepas dari kotoran burung yang melintasi area tersebut dan menjadi pupuk yang dikenal dengan Guano.

Hal itu diungkap oleh peneliti dari Universitas Katolik Kepausan Chili yang dipimpin oleh  ahli biologi Francisca Santana-Sagredo.

"Peralihan ke pertanian dimulai di sini sekitar 1000 SM dan akhirnya mendukung desa-desa permanen dan populasi regional yang cukup besar," kata tim peneliti seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Scince Alert, Minggu, 31 Januari 2021.

Para peneliti mengungkap bahwa bagian dari teka-teki tersebut mungkin saja dari penggunaan teknik irigasi kuno.

Baca Juga: Muannas Alaidid Sarankan Laporan Abu Janda Dicabut, Ferdinand Hutahaean Minta Korban yang Laporkan 

Tetapi ketersediaan air dengan sendirinya tidak akan menjadi satu-satunya prasyarat untuk sistem pertanian yang sukses di Gurun Atacama sehingga mereka data penunjang lain.

Mereka pun akhirnya menganalisis isotop kimia yang diawetkan dalam tulang manusia yang pernah hidup di sana, mereka menduga pupuk juga digunakan untuk membantu pertumbuhan tanaman.

"Kami berangkat untuk mengumpulkan dan menganalisis ratusan tanaman arkeologi dan buah-buahan liar dari berbagai situs arkeologi di lembah dan oasis di Gurun Atacama di Chili utara," kata peneliti.

Secara total, ada 246 tanaman purba dianalisis termasuk di antaranya jagung, cabai, labu, kacang-kacangan, dan quinoa.

Baca Juga: Tidak Dianggarkan di APBN 2021, BLT BPJS Ketenagakerjaan Tidak Dilanjutkan 

Dengan menggunakan penanggalan radiokarbon, dan juga pengujian komposisi isotop, hasilnya menunjukkan peningkatan dramatis dalam komposisi isotop nitrogen yang dimulai sekitar 1000 M.

Pada kenyataannya bahan yang berhasil meningkatkan isotop tidak pernah terlihat sebelumnya pada tumbuhan, kecuali tumbuhan tertentu di Antartika nunataks, tempat burung laut bersarang.

Menurut para peneliti, "penjelasan paling sederhana" untuk lonjakan nilai nitrogen adalah dari kotoran burung purba.

Baca Juga: Tak Lagi Cairkan BLT, Ini Alasan Menaker ‘Ngotot’ Tingkatkan Kompetensi Pekerja saat Pandemi Covid-19 

Secara teknis kotoran tersebut dikenal sebagai guano, yang memang memiliki sejarah penggunaan sebagai pupuk di zaman pramodern, termasuk kemungkinan besar di Gurun Atacama, sebagai penambah pertumbuhan untuk tanaman pra-Inca.

Sementara kemampuan pemupukan guano dari burung laut (alias 'emas putih') mungkin telah membawa pertanian budaya kuno ini ke tingkat yang lebih maju.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Science Alert

Tags

Terkini

Terpopuler