PR BEKASI - Para penentang kudeta Myanmar terus melakukan aksi protes besar-besaran pada Sabtu, 20 Maret 2021.
Negara-negara dunia pun kembali menaruh perhatian dan memperingatkan junta militer untuk menghentikan penindasannya terhadap pendukung pro-demokrasi yang semakin hari semakin meningkat.
Tidak hanya itu, banyak negara di Asia termasuk Indonesia yang ikut bergabung dengan negara Barat mengutuk kekuatan junta militer Myanmar terhadap warga sipil.
Di tengah arus kecaman dunia, penembakan kembali terjadi hingga dua orang tewas ketika tentara melepaskan tembakan Jumat malam di kota pertambangan ruby utara Mogok, hal itu dilaporkan oleh media berita Myanmar.
Baca Juga: Niat Hati Ingin Mirip dengan sang Ibu, Hasil Foto KTP Wanita Ini Justru Jauh dari Ekspektasi
Dua korban tersebut menambah banyak jumlah korban tewas sejak kudeta terjadi di 1 Februari menjadi 237, menurut penghitungan oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Hari ini pertumpahan darah di Myanmar belum mereda karena rakyat Myanmar semakin marah atas penggulingan pemerintah terpilih dan penahanan Aung San Suu Kyi.
"Kami memprotes di mana tidak ada polisi atau militer, kemudian ketika kami mendengar mereka datang, kami segera bubar," kata juru kampanye Kyaw Min Htike kepada Reuters dari kota selatan Dawei.
"Saya tidak ingin kehilangan satupun dari rekan saya, tetapi kami akan memprotes sebisa kami sampai revolusi kami menang," ujarnya
Di kota-kota Myanmar, orang-orang berkumpul di malam hari untuk mengangkat lilin dengan spanduk protes dan kemudian berfoto. Hal itu dilakukan para demonstran untuk mengabadikan dirinya sebelum gugur.
Baca Juga: Billy Syahputra Nangis saat Dinyanyikan Lagu Putus atau Terus, Judika: Langsung Melehoy Dia
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Jumat, 19 Maret 2021 mengutuk apa yang dikecam sebagai kekerasan brutal militer yang terus berlanjut.
Pelapor PBB Tom Andrews juga menyerukan sanksi atas apa yang disebut sebagai serangan kejam para jenderal terhadap rakyat.
“Dunia harus merespons dengan memotong akses mereka baik uang dan senjata. Sekarang,” ujar Andrews di akun Twitter miliknya.
Di Amerika Serikat lewat Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui undang-undang yang mengutuk kudeta di negeri seribu Pagoda itu dan para anggota parlemen mengecam taktik yang semakin keras terhadap para demonstran.
Kendati demikian, untuk mendapatkan informasi yang pasti masih sangat sulit didapatkan karena pihak militer Myanmar telah memperketat pembatasan layanan internet, membuat informasi semakin sulit untuk diverifikasi, dan menekan media pribadi.
"Pemadaman internet dan penindasan media tidak akan menyembunyikan tindakan menjijikkan militer," ujar duta besar negara-negara barat dalam sebuah pernyataan pada Jumat, 19 Maret 2021.
Selain PBB, Amerika dan Eropa kini Asia Tenggara, yang telah bertahun-tahun berpegang pada kode untuk tidak saling mengkritik masalah internal, juga telah berbicara untuk mendesak diakhirinya kekerasan.
Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan akan meminta Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei, ketua Perhimpunan ASEAN untuk mengadakan pertemuan darurat.
“Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan agar tidak ada korban lagi,” kata Jokowi dalam pidato virtual.
“Keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama.” ujarnya
Baca Juga: Askara Parasady Positif Covid-19, Status Suami Nindy Ayunda Dilimpahkan Jadi Tahanan Kota
Mendukung seruan Indonesia untuk mengadakan pertemuan, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengatakan dia terkejut dengan penggunaan kekerasan mematikan yang terus-menerus terhadap warga sipil tidak bersenjata.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin mengatakan bahwa ASEAN harus bertindak. Kemudian Singapura juga telah berbicara menentang kekerasan dan kudeta yang memicunya, menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi.
Namun Peringatan yang dilakukan negara negara di dunia tidak menunjukkan tanda-tanda akan mempengaruhi rencana militer Myanmar.***