Saat Pasukan Etnis Bersatu Lawan Kudeta, Perang Kembali Terjadi di Perbatasan Myanmar

31 Maret 2021, 19:11 WIB
Sebuah pos garis depan tentara Myanmar terlihat dari sisi Thailand di Thanlwin yang juga dikenal sebagai tepi Sungai Salween di Mae Hong Son, Thailand pada 25 Maret 2021. /REUTRES/

PR BEKASI - Mantan tentara dari salah satu etnis di Myanmar, yang tergabung dalam Karenni National Progressive Party (KNPP), Isaac mengatakan bahwa dia sedang mempertimbangkan untuk kembali berperang.

Pria berusia 49 tahun mengatakan dia telah menghabiskan bertahun-tahun memerangi pasukan Pemerintah Myanmar di Hutan Timur sebelum menetap di Thailand utara.

Selama beberapa dekade, tentara seperti dia telah memperjuangkan otonomi yang lebih besar untuk minoritas dari Pemerintah Pusat dan tentara yang didominasi oleh mayoritas Buddha Bamar.

Sekarang, dengan keadaan Myanmar yang berada dalam kekacauan sejak tentara menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari 2021.

Baca Juga: 5 Hal Ini Tandakan Anda Diduga Diam-diam Terkena Serangan Jantung

Baca Juga: Polemik Harta Warisan Makin Memanas, Teddy Pardiyana Kecewa Lantaran Rizky Febian Melaporkannya ke Polisi

Baca Juga: Sinetron Ikatan Cinta Masuki Episode 220, Natasha Dewanti Akui 'Gregetan' Perankan Mama Sarah

Kelompok-kelompok etnis bersenjata itu ditarik kembali ke dalam konflik dengan junta militer.

Mereka berpihak pada penentang kudeta, menurut wawancara Reuters dengan perwakilan dari tiga kelompok tersebut dan pemerintah sipil yang digulingkan.

"Jika semua etnis bersenjata bersatu, mereka bisa menang," kata Isaac seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Rabu, 31 Maret 2021.

Ketika kekerasan meningkat, beberapa kelompok bersenjata telah mengutuk junta karena melakukan tindakan yang tidak sah dan berjanji untuk mendukung para pengunjuk rasa anti-kudeta.

Di negara bagian Karen tenggara, salah satu kelompok terkuat yakni Persatuan Nasional Karen (KNU) mengatakan mereka menanggapi permohonan bantuan dari lawan kudeta dengan mengirim pejuang untuk melindungi pengunjuk rasa.

Baca Juga: Tunggu Keputusan Arab Saudi Soal Ibadah Haji, Kemenag Koordinasi dengan Kemenkes Terkait Kesehatan Jemaah Haji

Pasukannya menyerang posisi tentara Myanmar dan memutus rute pasokan, yang menurut kelompok itu sebagai tanggapan atas perambahan di wilayahnya.

Di utara, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) telah melancarkan serangan serupa.

Pada hari Selasa, 30 Maret 2021, tiga pasukan gerilya lainnya, termasuk Tentara Arakan di negara bagian Rakhine barat, bersumpah untuk bergabung dengan apa yang mereka sebut "revolusi musim semi" jika pembunuhan tidak berhenti.

Anggota parlemen sipil dalam persembunyiannya, telah mengumumkan rencana untuk membentuk "pemerintah persatuan nasional" pada Kamis, 1 April 2021.

Anthony Davis, seorang analis keamanan di perusahaan intelijen Jane, yang berbasis di Inggris, memperkirakan total kekuatan pasukan etnis sekitar 75.000, cukup untuk melemahkan 350.000 tentara Myanmar jika dipaksa bertempur di berbagai medan.

"Jika pemberontak Kachin, Karen, Shan, dan mungkin Rakhine terlibat dalam operasi militer yang meluas, betapapun terkoordinasi secara longgar, dan pada saat yang sama ada peningkatan kekerasan di daerah pedalaman, Tatmadaw (Angkatan Bersenjata Myanmar) akan menghadapi masalah besar," katanya.

Perwakilan Junta tidak menanggapi panggilan meminta komentar tentang tanggapannya terhadap protes.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler