AS Ingin Saingi Teknologi China, Senat Setujui RUU Anggaran Penelitian Lebih dari Rp2.000 Triliun

9 Juni 2021, 13:29 WIB
Ilustrasi bendera AS dan China. AS ternyata ingin menyaingi teknologi China. Sehingga senat menyetujui RUU anggaran penelitian lebih dari Rp2.000 triliun. /Reuters/Tingshu Wang/REUTERS

 

PR BEKASI - Amerika Serikat (AS) tengah berupaya untuk menyaingi teknologi China saat ini.

Diketahui bahwa RUU anggaran untuk mewujudkan penelitian yang dapat menunjang hal tersebut membutuhkan lebih dari Rp2.000 triliun.

Dengan demikian Senat AS memberikan suara 68-32 pada Selasa, 8 Juni 2021 kemarin untuk menyetujui disahkannya RUU tersebut menjadi UU.

Urusan dengan China adalah salah satu dari sedikit sentimen bipartisan di Kongres AS yang sangat terpecah, yang dikendalikan secara sempit oleh Partai Demokrat Presiden, Joe Biden.

Baca Juga: Polemik Asal Usul Covid-19, Laboratorium Nasional AS Ungkap Dugaan yang Mencengangkan

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Rabu, 9 Juni 2021, anggaran yang tepat dibutuhkan untuk mendukung penelitian yakni 190 miliar dolar AS Rp2.708 triliun untuk memperkuat teknologi dan penelitian AS.

Secara terpisah, RUU itu akan menyetujui pengeluaran54 miliar dolar AS atau Rp770 triliun untuk meningkatkan produksi dan penelitian semikonduktor.

Serta peralatan telekomunikasi, termasuk 2 miliar dolar AS atau Rp28.5 triliun yang didedikasikan untuk chip yang digunakan oleh pembuat mobil yang telah mengalami kekurangan besar signifikan.

Sehingga, RUU tersebut tengah menjadi sorotan sejumlah pihak di AS.

Baca Juga: AS Susul Jepang, Kirimkan Bantuan 750 Ribu Dosis Vaksin Covid-19 ke Taiwan

RUU itu pun harus melewati DPR untuk dikirim ke Gedung Putih agar Joe Biden menandatangani menjadi UU.

Namun, hingga kini belum jelas seperti apa bentuk UU di DPR atau kapan akan diadopsi.

Tak hanya membahas soal teknologi, RUU tersebut juga memiliki sejumlah ketentuan soal China.

Salah satunya yakni, melarang aplikasi media sosial TikTok diunduh di perangkat pemerintah, dan akan memblokir pembelian drone yang diproduksi dan dijual oleh perusahaan yang didukung oleh pemerintah China.

Baca Juga: Ancam Negara Lain, Vladimir Putin Sebut AS Ikuti Jejak Uni Soviet

RUU juga akan memungkinkan diplomat dan militer Taiwan untuk mengibarkan bendera mereka dan mengenakan seragam mereka saat berada di AS untuk urusan resmi.

Ini juga akan menciptakan sanksi wajib baru yang luas terhadap entitas China yang terlibat dalam serangan siber AS atau pencurian kekayaan intelektual AS dari perusahaan AS, dan memberikan tinjauan kontrol ekspor pada barang-barang yang dapat digunakan untuk mendukung pelanggaran hak asasi manusia.

Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer, pengusul dari RUU tersebut, memperingatkan konsekuensi jika bipartisan tidak mendanai penelitian untuk bersaing dengan China.

"Jika kita tidak melakukan apa-apa, hari-hari kita sebagai negara adidaya yang dominan mungkin akan berakhir," kata Schumer.

Baca Juga: Populasi Muslim Semakin Meningkat, Jumlah Masjid dan Jemaah Salat Jumat di AS Terus Bertambah di 2020

"Kami tidak bermaksud membiarkan hari-hari itu berakhir begitu saja. Kami tidak bermaksud melihat Amerika menjadi negara menengah di abad ini," kata Schumer, melanjutkan.

Selanjutnya Joe Biden memberikan apresiasi terhadap RUU itu, ia menyebutnya sebagai senjata awal untuk berkompetisi di abad ke-21.

"Kita berada dalam kompetisi untuk memenangkan abad ke-21, dan senjata awal telah ditembakan. Kita tidak dapat mengambil risiko tertinggal."

Sementara itu, Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo mengatakan bahwa pendanaan tersebut dapat menghasilkan tujuh hingga sepuluh pabrik semikonduktor baru AS.

Baca Juga: Ramai Fenomena UFO, Pemerintah AS Laporkan Tak Ada Bukti

Tak hanya Joe Biden, ternyata cukup banyak perusahaan AS yang memberikan apresiasi terhadap RUU tersebut.

General Motors Co mengatakan UU itu merupakan langkah penting untuk mengatasi kekurangan semikonduktor yang terus berdampak pada manufaktur otomotif AS.

Senator Maria Cantwell mencatat RUU itu akan mengesahkan pendanaan untuk NASA dan misi Artemis ke Bulan.

"Seperti yang telah dijelaskan China, mereka akan pergi ke Mars, kita akan kembali ke Bulan untuk mempersiapkan diri kita pergi ke Mars," kata Cantwell.

Baca Juga: Joe Biden Kejar Target, Iming-imingi Sejumlah Insentif Warga AS Agar Mau Divaksin Covid-19

Beberapa kritikus menyamakan upaya pendanaan Senat dengan dorongan pengembangan industri teknologi tinggi China, yang dijuluki "Made in China 2025," yang telah lama membuat AS kesal.

RUU penyaing teknologi China itu juga berusaha untuk melawan pengaruh global China yang berkembang melalui diplomasi bekerja sama dengan sekutu.

Serta meningkatkan keterlibatan AS dalam organisasi internasional setelah agenda "America First" mantan Presiden Donald Trump dari Partai Republik.

Per berita ini ditulis belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai langkah apa yang akan dilakukan oleh pemerintah AS saat ini.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler