Perdana Menteri Sri Lanka Ungkap Bahwa Ekonomi Negaranya Alami Krisis: Kami Benar-Benar Runtuh

24 Juni 2022, 10:19 WIB
Kelangkaan minyak terjadi di Sri Lanka. / India Times/

PR BEKASI - Saat ini Sri Lanka dikabarkan bahwa ekonomi mereka telah 'benar-benar runtuh'.

Pernyataan ini ditegaskan oleh Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe pada Rabu, 22 Juni 2022.

Ekonomi Sri Lanka yang sarat utang telah 'runtuh' setelah berbulan-bulan negara ini kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik.

Ranil Wickremesinghe juga mengatakan kepada parlemen bahwa Negara Asia Selatan ini menghadapi 'situasi yang jauh lebih serius'.

Baca Juga: Kereta Api di Sri Lanka Alami Kecelakaan, Tergelincir karena Gajah Liar Melintas

Tidak hanya itu saja ia memperingatkan 'kemungkinan jatuh ke titik terendah'.

"Ekonomi kita benar-benar ambruk," kata Ranil Wickremesinghe yang dikutip oleh PikiranRakyat-Bekasi.com pada Jumat, 24 Juni 2022 dari The Guardian.

Krisis di pulau yang berpenduduk 22 juta ini dianggap yang terburuk dalam ingatan baru-baru ini.

Namun Ranil Wickremesinghe tidak menyebutkan perkembangan baru yang spesifik.

Baca Juga: Warga Sri Lanka Meminta Bantuan Media Sosial saat Krisis Ekonomi Melanda

Terkait komentar Ranil Wickremesinghe ini bermaksud untuk menekankan kepada kritikus dan anggota parlemen oposisi bahwa ia telah mewarisi tugas yang sulit yang tidak dapat diperbaiki dengan cepat.

Diketahui, ekonomi Sri Lanka kandas di bawah beban utang yang besar, kehilangan pendapatan pariwisata dan efek lain dari pandemi, serta melonjaknya biaya komoditas.

Hasilnya adalah sebuah negara meluncur menuju kebangkrutan, dengan hampir tidak ada uang untuk mengimpor bensin, susu, gas memasak dan kertas toilet.

Anggota parlemen dari dua partai oposisi utama memboikot parlemen minggu ini untuk memprotes Ranil Wickremesinghe, yang menjadi perdana menteri lebih dari sebulan lalu dan juga menteri keuangan, karena gagal memenuhi janjinya untuk mengubah perekonomian.

Baca Juga: Sri Lanka Hadapi Krisis Ekonomi dan Kertas, Pemerintah Terpaksa Tunda Ujian Nasional

Ranil Wickremesinghe mengatakan Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor karena hutang yang besar dari perusahaan minyaknya.

Selain itu, krisis ini telah mulai melukai kelas menengah Sri Lanka, yang diperkirakan mencapai 15 persen hingga 20 persen dari populasi perkotaan negara itu.

Dimana kelas menengah mulai membengkak pada 1970-an setelah ekonomi terbuka untuk lebih banyak perdagangan dan investasi. Ini telah berkembang pesat sejak itu.

Sampai saat ini, keluarga kelas menengah umumnya menikmati keamanan ekonomi.

Sekarang mereka yang tidak pernah berpikir dua kali tentang bahan bakar atau makanan sedang berjuang untuk mengatur makan tiga kali sehari.***

Editor: Nicolaus Ade Prasetyo

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler