Seperti diketahui bahwa penggulingan kekuasaan pemerintahan Aung San Suu Kyi terjadi pada 1 Februari 2021 oleh pihak militer, dengan tudingan bahwa telah terjadi kecurangan atas pemilihan umum (Pemilu) November 2020 lalu yang dimenangi oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi pada.
Buntut kudeta militer itu diiringi dengan ditahannya para tokoh politik seperti Aung San Suu Kyi serta sejumlah tokoh politik lainnya di Myanmar.
Baca Juga: Aksi Nekatnya Lompati Flyover Kemayoran Viral hingga Dicari Kepolisian, Marhaenis Fansa Buka Suara
Tindakan terhadap kudeta dan penahanan terhadap sejumlah tokoh politik, kemudian membuat gelombang protes dari masyarakat Myanmar yang turun ke jalan-jalan.
Unjuk rasa dari rakyat Myanmar tidak berjalan mulus, militer dilaporkan sempat menggunakan kekerasan dalam merespons rakyat sehingga dilaporkan membuat jatuhnya korban jiwa.
Hingga kini setidaknya sudah 21 pengunjuk rasa telah tewas sejak kerusuhan dimulai. Sementara itu tentara mengatakan satu polisi tewas.
Para pengunjuk rasa, dengan segala persiapannya, disebutkan mulai berbaris di kota terbesar Myanmar seperti Yangon untuk melakukan demonstrasi besar lainnya. Hal itu menyebabkan pusat perbelanjaan tutup, karena khawatir timbul kerusuhan.
Baca Juga: Berkat Kucing Liar, Pemilik Restoran di Jepang Bangkit dan Terhindar dari Kebangkrutan
Dilaporkan saksi mata bahwa pihak aparat kepolisian turut menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa di Yangon pada Senin kemarin dan kemudian menyisir jalan-jalan, tampak menembakkan peluru karet.
Indonesia sendiri hingga kini terus mengupayakan selesainya konflik yang terjadi di Myanmar, seperti upaya pertemuan yang dilakukan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi pada pekan lalu dengan bertemu Menlu yang ditunjuk oleh junta militer Myanmar Wunna Maung Lwin.
Pertemuan yang dilangsungkan di Bangkok tersebut turut disaksikan Menlu Thailand Don Pramudwinai.