Ketika masa itu, Aung San Suu Kyi merupakan ikon demokrasi dan sempat menjadi tahanan di rumah selama hampir dua dekade.
Kemudian Aung San Suu Kyi dibebaskan pada 2008 ketika militer memulai reformasi demokrasi dan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) miliknya berhasil memenangkan pemilu pada 2015 dan sekali lagi pada November tahun lalu, 2020.
Namun begitu pihak militer menuding bahwa Pemilu yang diadakan pada November 2020 tersebut diklaim militer, telah terjadi kecurangan yang berujung pada terkudetanya pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Kudeta yang disertai dengan penahanan Aung Sang Suu Kyi beserta para pejabat penting lainnya oleh pihak militer Myanmar, kemudian membuat gelombang protes yang diadakan secara rutin hingga kini telah menimbulkan banyaknya korban berjatuhan.
Sementara itu jika merujuk data dari kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), hingga kini diperkirakan telah lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar sejak unjuk rasa besar-besaran dilakukan untuk memprotes pihak militer Myanmar yang mengambil alih kekuasaan.
Sementara itu, kedekatan antara pihak militer Myanmar dengan China kini dianggap seolah menjadi ujian bagi Presiden AS Joe Biden untuk menyelesaikan konflik di Myanmar.
Dalam pertemuan AS dengan para pemimpin dari India, Jepang, dan Australia secara virtual pada hari Jumat kemarin, mereka menyatakan berkomitmen untuk mengembalikan serta memperkuat demokrasi di Myanmar.***