Sikap Jepang untuk Myanmar, Katsunobu Kato: Pantau Situasi dan Pertimbangkan Tanggapan Negara Lain

- 15 Maret 2021, 14:43 WIB
Kepala Sekretaris Kabinet baru Jepang Katsunobu Kato - Kabarkan pemerintah Jepang akan melihat perkembangan situasi di Myanmar./REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Kepala Sekretaris Kabinet baru Jepang Katsunobu Kato - Kabarkan pemerintah Jepang akan melihat perkembangan situasi di Myanmar./REUTERS / Kim Kyung-Hoon /

PR BEKASI - Situasi konflik sipil dan aparat di Myanmar yang hingga hari ini belum reda membuat beberapa negara mengambil sikap, baik kutukan dan ancaman sanksi seperti yang diutarakan oleh AS, maupun komitmen negara sesama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk berkontribusi menyelesaikan masalah sipil dan pihak junta militer.

Sementara itu Jepang sendiri hingga kini seperti diungkap oleh Kepala sekretaris kabinet Jepang Katsunobu Kato, menyatakan pada hari ini bahwa pemerintah Jepang sedang melakukan pemantauan atas situasi di Myanmar.

Ditekankan olehnya bahwa jepang akan melihat perkembangan situasi di Myanmar serta melihat kebijakan atau tanggapan yang akan diambil oleh negara lainnya atas negara Asia Tenggara itu.

"Ke depan, Jepang akan mempertimbangkan bagaimana menanggapi situasi di Myanmar dalam hal kerja sama ekonomi dan kebijakan dengan memantau perkembangan situasi, sambil mempertimbangkan tanggapan dari negara-negara terkait," kata Katsunobu Kato seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters, Senin, 15 Maret 2021.

Baca Juga: Posisi Gubernur sebagai Ikhtiar, Anies Baswedan: Kita Ingin Ibu Kota yang Ramah dan Teduh

Baca Juga: Wacana Presiden 3 Periode 'Berbahaya', Mardani: Pak Jokowi Harus Hati-hati pada Orang yang Ingin 'Ambil Muka'

Baca Juga: Sentuh Angka 2,6 Persen, Total Utang Luar Negeri Indonesia Kini Tercatat 420,7 Miliar Dolar AS

Pernyataan Katsunobu Kato ini disebut-sebut menyusul tanggapan dari Korea Selatan yang akan menangguhkan bentuk pertukaran pertahanan dengan Myanmar.

Selain itu Korea Selatan juga dikabarkan sebelumnya bahwa akan melarang ekspor senjata ke negara yang kini tengah dikuasai oleh pemerintahan militer tersebut.

Sementara itu sejak kudeta yang terjadi di Myanmar para 1 Februari 2021 lalu, Minggu, 14 Maret 2021 kemarin dilaporkan sebanyak 38 pengunjuk rasa dan polisi tewas.

Dari 38 pengunjuk rasa, sebanyak 22 orang di antaranya tewas di pinggiran kota industri Hlaingthaya. Diketahui bahwa hari Minggu tersebut sejumlah pabrik yang didanai China ikut dibakar.

Sementara menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAP), sebanyak 16 pengunjuk rasa lainnya tewas di tempat lain, serta satu orang dari polisi juga tewas di hari yang sama.

Baca Juga: Soal Lamaran Aurel Hermansyah-Atta Halilintar, Pihak MNC Sebut Tak Ada Pelanggaran

Disebut-sebut jumlah tewas pada hari tersebut merupakan hari paling berdarah sejak kudeta dan demonstrasi anti kudeta atau pro demokrasi berlangsung di Myanmar.

Jumlah tersebut semakin menambah total jumlah jatuhnya korban sejak kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.

Sebelumnya kudeta yang dilakukan oleh pihak militer Myanmar dilandasi oleh alasan adanya kecurangan pada pemilu yang dilakukan pada November tahun 2020 lalu yang memenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi.

Kudeta yang dilancarkan oleh militer, turut diikuti dengan penangkapan Aung San Suu Kyi serta para pejabat penting lainnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah