PR BEKASI – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi Myanmar sedang menuju konflik yang lebih besar berupa perang saudara seperti yang melanda Suriah.
Kantor HAM PBB telah mendesak seluruh anggota PBB untuk untuk segera memberi tindakan tegas terhadap junta militer Myanmar untuk menghentikan pelanggaran HAM
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua HAM PBB, Michelle Bachelet pada Selasa, 13 April 2021 dalam pernyataan tersebut.
Baca Juga: Siap-siap! Polri Gelar Operasi Keselamatan Jaya 2021 Sampai 25 April, Ini Sasaran Pelanggarannya
"Saya khawatir situasi di Myanmar sedang menuju konflik besar. Negara tidak boleh membiarkan kesalahan mematikan di masa lalu di Suriah dan di tempat lain terulang kembali," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia.
Myanmar berada dalam kekacauan dan ekonominya lumpuh sejak junta militer merebut kekuasaan dari pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Tindakan keras junta militer terhadap demonstran anti kudeta telah mengakibatkan korban tewas sipil mencapai setidaknya 710 pada Senin, 12 April 2021 yang diketahui termasuk 50 anak-anak.
Sementara itu, kelompok pemberontak bersenjata etnis minoritas telah meningkatkan serangan terhadap militer dan polisi dalam beberapa pekan terakhir, meningkatkan kekhawatiran Myanmar yang berkembang menjadi konflik sipil yang lebih luas.
Junta militer membalasnya dengan serangan udara yang dilaporkan telah membuat ribuan warga sipil mengungsi.
"Militer tampaknya bermaksud untuk meningkatkan kebijakan kekerasan yang kejam terhadap rakyat Myanmar, menggunakan persenjataan kelas militer dan tanpa pandang bulu," kata Michelle Bachelet.
Baca Juga: Banyak Pengeluaran di Bulan Ramadhan? Begini Tips Cermat Mengatur Keuangan dari Ahli
Dirinya mengatakan hal tersebut sama dengan apa yang terjadi di Suriah 2011 lalu dimana perang saudara dimulai yang sampai sata ini telah menewaskan hampir 400.000 orang dan memaksa lebih dari enam juta orang meninggalkan negara itu.
"Ada gema yang jelas tentang Suriah pada tahun 2011. Di sana juga, kami melihat protes damai bertemu dengan kekuatan yang tidak perlu dan jelas tidak proporsional," katanya.
Menurutnya, sikap junta militer Myanmar yang mengangkat senjata melawan rakyatnya sendiri menyebabkan beberapa etnis mengangkat senjata, diikuti oleh spiral kekerasan yang menurun dan meluas dengan cepat di seluruh negeri.
Baca Juga: Cegah Pemudik Jelang Larangan Mudik, Polda Metro Jaya Bakal Jaga 16 'Jalan Tikus' di DKI Jakarta
Michelle Bachelet menunjukkan bahwa pendahulunya, Navanethem Pillay telah memperingatkan pada tahun 2011 terkait suriah.
"Kegagalan komunitas internasional untuk menanggapi dengan tekad yang bersatu bisa menjadi bencana bagi Suriah dan sekitarnya yang menyebabkan hal mengerikan terhadap warga sipil," katanya,
Kantor HAM PBB menyebutkan mereka mempunyai fakta yang dapat menunjukkan junta militer melepaskan tembakan dengan granat berpeluncur roket, granat fragmentasi dan tembakan mortir di kota Bago, Myanmar akhir pekan lalu.
Baca Juga: DKI Masuk Daftar Kota dengan Biaya Hidup Termahal di Dunia, Wagub: Tidak Ada yang Mahal di Jakarta
Setidaknya 82 pengunjuk rasa anti kudeta dilaporkan tewas dalam tindakan keras dan brutal dari junta militer itu.
Junta militer juga dilaporkan mencegah personel medis membantu yang terluka dan meminta biaya sebesar 90 dollar AS atau sekitar Rp1.3 juta terhadap warga yang ingin membawa pulang jenazah kerabat mereka yang tewas.
Setidaknya 3.080 orang saat ini ditahan di seluruh negeri, sementara 23 orang dilaporkan telah dijatuhi hukuman mati setelah persidangan rahasia.
Termasuk empat pengunjuk rasa dan 19 lainnya dituduh melakukan pelanggaran politik dan pidana.***