Setelah kudeta militer yang dilakukan pada Februari, data bea cukai Rusia menunjukkan bahwa junta Myanmar mengimpor 14,7 juta dolar peralatan radar pada bulan itu.
Setelah kudeta militer yang dilakukan pada Februari, data bea cukai Rusia menunjukkan bahwa junta Myanmar mengimpor 14,7 juta dolar peralatan radar pada bulan itu.
Hal itu mengikuti pengiriman barang-barang rahasia terkait pertahanan senilai 96 juta dolar atau setara dengan Rp1 triliun pada Desember.
Baca Juga: TV Rusia 'Mutilasi' Siaran Langsung Penampilan Ukraina saat Pembukaan Olimpiade Tokyo 2020
Sementara pengawas internasional mengatakan bahwa Myanmar telah menghabiskan 807 juta dolar atau setara dengan Rp11 triliun untuk impor senjata Rusia selama dekade terakhir dan menjadikan Rusia pengekspor militer No. 2 setelah China.
Selama kunjungannya ke Naypyidaw pada Januari, Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu telah setuju untuk memasok ke Myanmar dengan sistem rudal permukaan ke udara Pantsir-S1, drone pengintai Orlan-10E, dan peralatan radar.
Sedangkan Amerika Serikat telah menangguhkan kesepakatan perdagangan dengan Myanmar sampai kepemimpinan demokratis dipulihkan.
Baca Juga: AS dan Jerman Segel Kesepakatan Pipa Gas Kontroversial, Khawatir Eropa Tergantung pada Energi Rusia
Selain itu, beberapa perusahaan Singapura, termasuk perusahaan yang menjual produk anti-drone ke polisi Myanmar juga telah membatalkan kesepakatan mereka.
Di sisi lain Uni Eropa menuduh Rusia telah menghalangi tanggapan internasional terkoordinasi terhadap kudeta 1 Februari di Myanmar dan kekacauan yang dihadapinya sejak itu.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia juga ikut menuduh Moskow telah melegitimasi upaya kudeta yang brutal dan melanggar hukum di Rusia.***
Editor: Puji Fauziah
Sumber: The Moscow Times