UNICEF Serukan Agar Sekolah Dibuka Kembali di Seluruh Negara yang Dilanda Pandemi Covid-19

- 16 September 2021, 20:47 WIB
Siswa kelas tujuh Ryza Delos Santos, mengerjakan modulnya di rumah dan sepupunya mengamati, hal itu dilakukan setelah sesi di pusat pembelajaran jarak jauh komunitas Aeta di Porac, Pampanga, Filipina, 12 Oktober 2020.
Siswa kelas tujuh Ryza Delos Santos, mengerjakan modulnya di rumah dan sepupunya mengamati, hal itu dilakukan setelah sesi di pusat pembelajaran jarak jauh komunitas Aeta di Porac, Pampanga, Filipina, 12 Oktober 2020. /REUTERS/Eloisa Lopez

 

PR BEKASI - Badan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) telah mendesak otoritas pendidikan untuk membuka kembali sekolah sesegera mungkin di negara-negara yang di mana jutaan siswa masih tidak diizinkan untuk kembali ke sekolah saat pandemi Covid-19.

Dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari CNA pada Kamis, 16 September 2021, ada sekitar 17 negara yang masih menutup sekolah sepenuhnya, sementara sekolah di 39 negara ditutup sebagian, menurut laporan yang dirilis oleh UNICEF pada Kamis, 16 September.

Di antara mereka yang 'hampir sepenuhnya ditutup' adalah sekolah yang biasanya dihadiri oleh hampir 77 juta siswa di Filipina, Bangladesh, Venezuela, Arab Saudi, Panama, dan Kuwait.

Hampir sepertiga dari angka ini dicatat oleh Filipina, yang memerangi salah satu wabah Covid-19 terburuk di Asia dan di mana tahun ajaran baru akan dimulai pada minggu ini.

Baca Juga: Korea Utara Tolak 3 Juta Dosis Vaksin Covid-19 dari China, Unicef: Negara Lain Lebih Membutuhkan

Menurut UNICEF, murid dari enam negara mewakili lebih dari setengah dari 131 juta siswa di seluruh dunia yang telah melewatkan lebih dari tiga perempat pembelajaran langsung mereka.

"Krisis pendidikan masih ada di sini, dan setiap hari ruang kelas tetap gelap, kehancuran semakin parah," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore.

Laporan itu mengatakan guru harus diprioritaskan untuk vaksin Covid-19, setelah petugas kesehatan karena untuk melindungi mereka dari penularan komunitas.

Siswa mungkin lebih aman di rumah, tetapi ketersediaan komputer, ponsel, dan internet, serta kualitas pendidikan yang tidak merata, adalah salah satu tantangan yang terus mereka hadapi.

Baca Juga: Warga Afghanistan yang Angka Vaksin Covid-19 Turun 80 Persen Sejak Dikuasai Taliban, UNICEF Beri Peringatan

Di Filipina, beberapa anak dipaksa naik ke atap hanya untuk mendapatkan sinyal internet.

Pada bulan Juni lalu, Presiden Rodrigo Duterte menolak proposal untuk mengizinkan kelas tatap muka dilanjutkan di beberapa daerah.

"Saya tidak bisa bertaruh pada kesehatan anak-anak," katanya.

Dalam sebuah laporan yang dirilis pada April lalu, Bank Pembangunan Asia memperkirakan penutupan sekolah yang berlangsung lebih dari satu tahun sehingga dapat memangkas pendapatan di masa depan.

Yakni di antara para siswa di kawasan itu mendapatkan sebanyak 1,25 triliun dolar AS, atau setara dengan 5,4 persen dari PDB pada tahun 2020.

Baca Juga: UNICEF: 100 Ribu Lebih Anak di Ethiopia Berisiko Meninggal Akibat Kekurangan Gizi

UNICEF dan mitranya akan menutup saluran digital mereka selama 18 jam pada hari Kamis untuk menarik perhatian pada krisis.

"Ini adalah krisis yang tidak akan kami biarkan dunia mengabaikan," kata Fore dari UNICEF.

"Saluran kami diam, tetapi pesan kami keras. Setiap komunitas, di mana pun harus membuka kembali sekolah sesegera mungkin," katanya, menambahkan.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: CNA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x