Mayoritas Cendekiawan AS Sebut Israel Lakukan Apartheid di Palestina

- 24 September 2021, 17:52 WIB
Sebuah survei yang menyasar para cendekiawan AS menyimpulkan bahwa Israel melakukan politik Apartheid di Palestina.
Sebuah survei yang menyasar para cendekiawan AS menyimpulkan bahwa Israel melakukan politik Apartheid di Palestina. /REUTERS

 

PR BEKASI – Hampir dua pertiga sarjana dan akademisi Amerika Serikat (AS) yang karyanya berfokus pada Timur Tengah berpikir bahwa realitas saat ini di Israel dan Palestina mirip dengan apartheid.

Laporan tersebut diketahui dari survei baru-baru ini oleh Middle East Scholar Barometer (MESB) telah mengungkapkan.

Proyek ini merupakan inisiatif bersama dari University of Maryland Critical Issues Poll dan Proyek Ilmu Politik Timur Tengah di Universitas George Washington.

Di antara 1.290 akademisi yang disurvei adalah anggota Bagian Politik Timur Tengah dan Afrika Utara Asosiasi Ilmu Politik Amerika dan Asosiasi Studi Timur Tengah.

Baca Juga: Israel Punya Catatan Tebal Pelanggaran HAM, AS Malah Beri Bantuan Dana 1 Miliar Dolar untuk Iron Dome

Mereka diminta untuk memilih mana dari berikut ini yang paling mendekati untuk menggambarkan realitas saat ini di Israel dan Palestina.

Hasilnya, 65 persen dari para cendekiawan memilih untuk menggambarkan situasi sebagai realitas satu negara yang mirip dengan apartheid sementara satu persen lainnya mengatakan bahwa itu adalah pekerjaan sementara.

Sebuah pertanyaan terpisah meminta para cendekiawan untuk menggambarkan situasi seperti yang mereka pikirkan dalam waktu sepuluh tahun jika solusi dua negara tidak diterapkan.

Hasilnya, 80 persen cendekiawan mengatakan bahwa kenyataannya akan mirip dengan apartheid.

Baca Juga: Sering Digerebek Tentara Israel, Anak-Anak Palestina Alami Trauma dan Ketakutan Permanen

Survei tersebut tidak memberikan penjelasan mengapa 15 persen dari mereka yang disurvei berpikir bahwa Israel tidak mempraktikkan apartheid sekarang tetapi percaya bahwa itu akan menjadi negara apartheid dalam sepuluh tahun.

Kelompok hak asasi manusia terkemuka, Human Rights Watch dan B'Tselem telah menyimpulkan bahwa Israel memenuhi ambang batas untuk ditetapkan sebagai negara yang mempraktikkan apartheid dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

MESB melakukan putaran pertama survei pada Februari 2021, sebelum penggusuran paksa di Sheikh Jarrah dan serangan terbaru Israel di Jalur Gaza.

Dalam jajak pendapat itu, 59 persen cendekiawan menggambarkan Israel sebagai kenyataan satu negara yang mirip dengan apartheid sementara 52 persen mengatakan bahwa solusi dua negara tidak mungkin lagi.

Baca Juga: Kemiskinan Meningkat Akibat Pandemi, 25 Persen Keluarga Israel Alami Kerawanan Pangan

Dalam waktu beberapa bulan, enam persen lagi menyimpulkan bahwa Israel mempraktikkan apartheid.

"Apa yang menjelaskan peningkatan yang begitu signifikan dalam waktu kurang dari tujuh bulan?," tanya para penulis survei, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Middle East Monitor, Jumat, 24 September 2021.

Mereka mengutip pengusiran paksa warga Palestina dari Sheikh Jarrah dan laporan oleh Human Rights Watch dan B'Tselem sebagai faktor yang berkontribusi.

Para cendekiawan juga ditanyai pandangan mereka tentang dampak dari apa yang disebut Kesepakatan Abraham yang ditandatangani pada 2020 antara Israel, UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko.

Baca Juga: Iran Dukung Atlet Mereka Terus Boikot Pertandingan Lawan Israel

Empat negara Arab tersebut diketahui telah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel di kemudian hari.

72 persen cendekiawan mengatakan bahwa dampaknya negatif, dan hanya enam persen yang mengatakan bahwa kesepakatan itu akan berdampak positif.

Secara keseluruhan, 70 persen menilai bahwa kesepakatan tersebut akan berdampak negatif pada kemajuan demokrasi dan hak asasi manusia di kawasan, kurang dari lima persen mengatakan bahwa mereka akan memiliki dampak positif.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Middle East Monitor


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah