Kekerasan Belanda ke Indonesia Diungkap Penelitian 'Sistemik dan Ekstrem, PM Rutte Minta Maaf

- 18 Februari 2022, 20:27 WIB
Ilustrasi. Petugas melintasi area Tugu Proklamasi, Jakarta, Minggu, 9 Januari 2022.
Ilustrasi. Petugas melintasi area Tugu Proklamasi, Jakarta, Minggu, 9 Januari 2022. /Antara/Rivan Awal Lingga/

“Sebagian besar dari mereka yang bertanggung jawab di pihak Belanda, politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim, dan pihak lain yang terlibat,” sambungnya.

Selain mengetahui kekerasan tersebut, mereka juga berusaha menyamarkannya.

“(Mereka) mengetahui atau dapat mengetahui tentang penggunaan kekerasan ekstrim secara sistemik, tetapi secara bersama-sama siap untuk menoleransi, membenarkannya, menyamarkannya, dan membiarkannya tanpa hukuman," katanya.

Baca Juga: Dubes Rusia untuk Indonesia Bantah Akan Menyerang: Saya Lahir di Ukraina, Mereka Saudara

Alasan yang jelas dari kekerasan itu, setidaknya menurut Belanda, adalah untuk 'merebut kembali' Indonesia setelah mendeklarasikan Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Kekerasan yang terjadi berupa eksekusi ekstrayudisial, penyerangan dan penyiksaan, penahanan dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan barang dan bahan makanan, serangan udara dan ledakan bom yang tidak proporsional.

Selain itu seringkali terjadi penangkapan massal dan sewenang-wenang.

Menyusul publikasi temuan ini, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengeluarkan permintaan maaf resmi kepada Indonesia pada Kamis, 17 Februari 2022.

Selain kekejaman yang dilakukan di Indonesia, Rutte juga meminta maaf atas kelalaian yang ditunjukkan oleh pemerintah Belanda sebelumnya dalam mengakui dan meminta maaf atas untuk kekerasan.

Halaman:

Editor: Gita Pratiwi

Sumber: Sea Mashable


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah