Penjelasan Soal Pemicu Ekonomi Sri Lanka yang Dikabarkan 'Benar-Benar Runtuh', Perlahan Menuju Titik Terendah

- 24 Juni 2022, 12:55 WIB
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menyatakan ekonomi negaranya telah benar-benar bangkrut dan bakal menghadapi situasi yang lebih serius.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menyatakan ekonomi negaranya telah benar-benar bangkrut dan bakal menghadapi situasi yang lebih serius. /Reuters/

PR BEKASI - Baru-baru ini Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa ekonomi negaranya 'benar- benar runtuh' karena kehabisan uang untuk membayar makanan dan bahan bakar.

Ranil Wickremesinghe yang menjabat sebagai Perdana Menteri pada Mei lalu menekankan bahwa tugas monumental yang dia hadapi dalam membalikkan ekonomi yang dia katakan sedang menuju 'titik terendah'.

Akibat krisis ini, orang- orang Sri Lanka pun harus menghadapi masalah pada sektor pangan karena mengalami kekurangan.

Selain itu mereka juga mengantri berjam-jam untuk mencoba membeli bahan bakar yang langka.

Baca Juga: Perdana Menteri Sri Lanka Ungkap Bahwa Ekonomi Negaranya Alami Krisis: Kami Benar-Benar Runtuh

Saat ini, perekonomian Sri Lanka bisa dikatakan sangat mengerikan.

Dilansir PikiranRakyat-Bekasi.com dari AP News, para ekonom mengatakan krisis berasal dari faktor domestik seperti salah urus dan korupsi selama bertahun-tahun.

Namun ada juga dari masalah lain seperti utang yang tumbuh sebesar 51 miliar dollar AS (atau setara lebih dari Rp700 triliun), dampak pandemi dan serangan teror terhadap pariwisata, dan masalah lainnya.

Tidak hanya itu saja, sebagian besar kemarahan publik terfokus pada Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, yang terakhir mengundurkan diri setelah berminggu-minggu protes anti-pemerintah yang akhirnya berubah menjadi kekerasan.

Baca Juga: Kereta Api di Sri Lanka Alami Kecelakaan, Tergelincir karena Gajah Liar Melintas

Kondisinya telah memburuk selama beberapa tahun terakhir.

Dimana pada 2019, bom bunuh diri Paskah di gereja dan hotel menewaskan lebih dari 260 orang.

Hal ini tentu saja menghancurkan pariwisata, sumber utama devisa.

Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan pendapatannya karena utang luar negeri untuk proyek infrastruktur besar melonjak.

Baca Juga: Warga Sri Lanka Meminta Bantuan Media Sosial saat Krisis Ekonomi Melanda

Akan tetapi Rajapaksa malah mendorong pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka, yang baru-baru ini dibalikkan.

Tidak hanya itu saja, kreditur menurunkan peringkat Sri Lanka, sehingga menghalanginya untuk meminjam lebih banyak uang karena cadangan devisanya merosot.

Kemudian pariwisata kembali datar selama pandemi.

Pada April 2021, Rajapaksa juga tiba-tiba melarang impor pupuk kimia.

Baca Juga: Sri Lanka Hadapi Krisis Ekonomi dan Kertas, Pemerintah Terpaksa Tunda Ujian Nasional

Dorongan untuk pertanian organik mengejutkan petani dan menghancurkan tanaman padi pokok, yang mendorong harga lebih tinggi.

Untuk menghemat devisa, impor barang lain yang dianggap mewah juga dilarang.

Sementara itu, perang Ukraina telah mendorong harga makanan dan minyak lebih tinggi. Inflasi mendekati 40 persen dan harga pangan naik hampir 60 persen di bulan Mei.

Sehingga bisa dikatakan inilah yang membuat ekonomi Sri Lanka mengerikan.

Baca Juga: Dituduh Lakukan Penistaan Agama, WN Sri Lanka Dipukuli dan Dibakar Hingga Tewas

Kementerian Keuangan juga mengatakan bahwa Sri Lanka hanya memiliki 25 juta dollar AS dalam cadangan devisa yang dapat digunakan.

Sehingga hal itu membuat negara ini tidak memiliki kemampuan untuk membayar impor, apalagi membayar miliaran utang.

Sementara rupee Sri Lanka telah melemah nilainya hampir 80 persen menjadi sekitar 360 hingga 1 dollar AS. Hal itu membuat biaya impor menjadi lebih mahal.

Sri Lanka juga telah menangguhkan pembayaran sekitar 7 miliar dollar AS pinjaman luar negeri yang jatuh tempo tahun ini dari 25 miliar dollar AS yang akan dilunasi pada tahun 2026.***

Editor: Nicolaus Ade Prasetyo

Sumber: AP News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah