Lepaskan Marinir AS Pembunuh Transgender di Filipina, Aktivis Duga Presiden Ingin Dapat Akses Vaksin

- 13 September 2020, 17:21 WIB
Tindakan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte untuk mengampuni Pemberton telah memicu kecaman dari para aktivis yang menggambarkan tindakan tersebut sebagai 'ejekan terhadap keadilan'.
Tindakan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte untuk mengampuni Pemberton telah memicu kecaman dari para aktivis yang menggambarkan tindakan tersebut sebagai 'ejekan terhadap keadilan'. /Rolex dela Pena/EPA

PR BEKASI - Pemerintah Filipina telah mendeportasi seorang Marinir Amerika Serikat (AS) yakni Kopral Joseph Scott Pemberton pada Minggu, 13 September 2020.

Deportasi tersebut adalah bentuk hukuman karena telah membunuh seorang wanita transgender pada tahun 2014 setelah sebelumnya Marinir AS tersebut mendapat pengampunan mutlak dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Menurut juru bicara Biro Imigrasi (BI) Dana Sandoval, Kopral Joseph Scott Pemberton meninggalkan bandara internasional Manila pada pukul 9.14 waktu setempat dengan pesawat militer Amerika menuju AS.

Baca Juga: PSBB Total di Jakarta Resmk Berlaku 14 Hari, Kendaraan Online Boleh Angkut Penumpang dengan Syarat

Pemberton didampingi oleh perwakilan dari kedutaan besar AS dalam perjalanan ke bandara.

Menurut keterangan Komisaris BI Jaime Morente, Pemberton telah dimasukkan ke dalam daftar hitam Biro.

"Sebagai konsekuensi dari perintah deportasi terhadapnya, Pemberton telah dimasukkan ke dalam daftar hitam Biro sehingga dia dilarang untuk kembali ke Filipina," kata Komisaris BI Jaime Morente dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera.

Pembebasan Pemberton dari hukum Filipina hingga hanya dijatuhi hukuman deportasi menuai kecaman dari publik.

Baca Juga: Peluru Nyasar ke Kawasan Perumahan Elite Bekasi, TNI Sampaikan Fakta Sebenarnya

Renato Reyes, pemimpin kelompok aktivis yang menentang pembebasan Pemberton, mengutuk langkah pemerintah untuk melepaskan Pemberton, dengan mengatakan Filipina "kembali kalah".

"Kami harus memastikan bahwa tidak akan ada lagi Pemberton di tanah kami, tidak ada lagi kejahatan terhadap orang Filipina," tulis Renato Reyes di Twitter.

Rincian pengaturan penerbangan Pemberton tidak diungkapkan ke media sampai dia pergi sebagai upaya pengamanan yang ketat.

Sebelumnya, pengadilan memutuskan Pemberton bersalah karena membunuh Jennifer Laude di sebuah hotel di Olongapo, di luar bekas pangkalan Angkatan Laut AS di barat laut ibu kota Manila pada tahun 2014.

Baca Juga: Resmi Menikah dengan Anthony Xie Setelah 3 Tahun Pacaran, Warganet Curigai Audi Marissa Pindah Agama

Kasus tersebut pun memicu perdebatan publik karena kehadiran militer AS di Filipina.

Tindakan Presiden Rodrigo Duterte untuk mengampuni Pemberton pun memicu kecaman dari para aktivis yang menggambarkan tindakan tersebut sebagai "ejekan terhadap keadilan".

Juru Bicara Kepresidenan Harry Roque, yang menjabat sebagai pengacara dalam penuntutan Pemberton mengatakan, keputusan Presiden Rodrigo Duterte mungkin berasal dari keinginannya untuk mendapatkan akses ke vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan AS.

Namun, Kementerian Kesehatan Filipina dengan cepat mengatakan bahwa tidak ada perusahaan pembuat vaksin AS yang dalam pembicaraan dengan pemerintah menetapkan persyaratan tertentu untuk mendapatkan vaksin tersebut.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x