Facebook Tertekan, Vietnam Beri Ancaman Jika Tak Mau Sensor Konten 'Anti-Negara'

- 21 November 2020, 09:30 WIB
Ilustrasi ikon tidak suka khas milik Facebook.
Ilustrasi ikon tidak suka khas milik Facebook. /UNSPLASH/Barefoot Communications/UNSPLASH

PR BEKASI - Sebuah berita menghiasi kabar media dunia akhir-akhir ini terkait kontrol ketat yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam dengan melakukan beberapa ancaman terhadap pihak Facebook di negaranya.

Salah satu ancaman yang sedang menjadi isu hangat adalah ancaman penutupan Facebook jika tidak mau menuruti keinginan pemerintah dalam meningkatkan penyensoran terhadap konten kritik terhadap negara.

Di Vietnam, meskipun reformasi ekonomi melanda dan meningkatkan keterbukaan terhadap perubahan sosial, namun Partai Komunis yang berkuasa mempertahankan kontrol ketat atas media dan hanya menolerir sedikit oposisi.

Baca Juga: Timbulkan Korban Jiwa, Berikut 5 Kemuliaan bagi Mereka yang Telah Wafat Akibat Covid-19

Sikap negara itu menjadikannya menempati negara dengan urutan kelima dari bawah dalam peringkat kebebasan pers global yang disusun oleh Reporters Without Borders.

Ancaman tersebut seperti dikatakan oleh pejabat senior Facebook yang tidak ingin disebutkan namanya, membuat Facebook memenuhi permintaan pemerintah pada bulan April untuk meningkatkan sensornya terhadap unggahan 'anti-negara' pada pengguna lokal (Vietnam).

“Kami sudah sepakat pada April. Facebook telah mendukung akhir perjanjian kami dan kami berharap pemerintah Vietnam melakukan hal yang sama," tutur pejabat tersebut.

Meski begitu pemerintah Vietnam kemudian meminta kembali untuk meningkatkan pembatasan unggahan penting pada bulan Agustus dengan memberikan ancaman-ancaman jika tidak mau tunduk menuruti perintah.

Baca Juga: Pangdam Jaya Usul FPI Dibubarkan, TB Hasanuddin: Jika Langgar Hukum, Bubarkan Saja, Tak Usah Takut 

“Mereka telah kembali kepada kami dan berusaha agar kami meningkatkan volume konten yang kami batasi di Vietnam. Kami telah memberi tahu mereka tidak. Permintaan itu datang dengan beberapa ancaman tentang apa yang mungkin terjadi jika kita tidak melakukannya. ” tuturnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters, Jumat, 20 November 2020.

Seperti diungkapnya, bahwa salah satu ancamannya adalah menutup Facebook sama sekali di Vietnam.

Kementerian luar negeri Vietnam mengatakan dalam tanggapannya, mengatakan bahwa Facebook harus mematuhi hukum setempat dan berhenti menyebarkan informasi yang melanggar adat istiadat tradisional Vietnam dan melanggar kepentingan negara.

Dalam laporan transparansi dua tahunan yang dirilis pada hari Jumat, Facebook mengatakan telah membatasi akses ke 834 item di Vietnam dalam enam bulan pertama tahun ini.

Baca Juga: Situasi Pilpres AS 'Panas', Facebook Catat Konten Ujaran Kebencian Naik Signifikan Hingga November 

Hal tersebut dilakukan, menyusul permintaan dari pemerintah Vietnam untuk menghapus konten anti-negara.

Dilaporkan bahwa Facebook saat ini digunakan oleh 60 juta pengguna Vietnam untuk keperluan transaksi jual beli secara daring dan tempat untuk para pengguna mengungkapkan pendapat politiknya.

Hal tersebut beberapa bulan ini diakui bahwa secara terus-menerus mendapat kontrol ketat pemerintah atau berada di bawah pengawasan pemerintah.

Facebook, yang melayani sekitar 60 juta pengguna di Vietnam sebagai platform utama untuk e-commerce dan ekspresi perbedaan pendapat politik, terus-menerus berada di bawah pengawasan pemerintah.

Baca Juga: Ikuti Jejak sang Kakak Adera, Segara Banyu Bening Ungkap Sosok Inspirasi Selain Ayah Ebiet G. Ade 

Meski begitu, tindakan Facebook yang terlalu patuh pada pemerintah dengan melakukan penyensoran sejak beberapa bulan lalu mendapat kritik keras dari organisasi hak asasi manusia, Amnesty International.

“Facebook memprioritaskan keuntungan di Vietnam  dan gagal menghormati hak asasi manusia," kata Ming Yu Hah, Wakil Direktur Regional untuk Kampanye Amnesty.

Lebih jauh diinformasikan, bahwa sebetulnya pemerintah Vietnam tengah mencoba meluncurkan media sosial untuk bersaing dengan Facebook.

Namun begitu, upaya tersebut dirasa gagal karena tidak mendapat popularitas yang berarti dan menyaingi Facebook .***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah