”Padahal bukan. Tari topeng itu pengembangan dari topeng Bekasi. Justru yang topengnya itu yang bobodoran-nya, yang lawaknya,” ucap Sawal.
Selepas penampilan para penari, pertunjukan utama pun dimulai yakni topeng Bekasi. Kesenian ini menyerupai kisah sandiwara yang lebih kental dengan humor.
Sepanjang pertunjukan yang biasanya memakan waktu 2-3 jam, para penampil terus mengocok perut para penonton.
Lantaran kental dengan budaya Betawi, lawakan yang disajikan pun biasanya disisipi saling mencela antara para pemain.
Kemudian di setiap penampilan, selalu ada tokoh bapak-bapak yang mengenakan pakaian layaknya anak-anak.
Mereka mengenakan sarung dan kupluk, terkadang menentang dot, dan tokoh ini yang kerap menjadi objek celaan.
Meski begitu, seluruh celaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan namun hanya untuk memberi hiburan bagi para penonton.
Kendati lebih banyak menggunakan bahasa Betawi, topeng Bekasi kerap menyisipkan bahasa Sunda meski dengan logat Karawang.
Kisah si Jantuk, Cepot ala Bekasi
Sawal mengatakan, saat ini topeng Bekasi lebih berkembang dengan cerita beragam. Namun, pada awalnya topeng Bekasi hanya menceritakan tokoh bernama Si Jantuk.