Sempat Jadi Perdebatan, Penangkapan Dua Menteri Kini Jadi Bukti UU KPK Tak Pengaruhi Kinerja

6 Desember 2020, 18:06 WIB
Pengamat Politik dari Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari. /Antara

 

PR BEKASI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan terkait penangakapan sejumlah pejabat pemerintah atas kasus korupsi yang merugikan negara hingga mencapai milyaran rupiah. Selain itu, perubahan Undang-Undang (UU) yang dilakukan beberapa waktu lalu juga disinggung kembali.

Diketahui bahwa perubahan UU KPK menuai pro dan kontra lantaran sejumlah pihak menilai bahwa perubahan UU KPK tersebut dapat melemahkan kewenangan KPK.

Namun, pihak lainnya mengaku bahwa perubahan UU KPK tidak memengaruhi kinerja KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air, dibuktikan dengan tertangkapnya Edhy Prabowo dan Juliari Batubara.

Baca Juga: Hotman Paris: Bansos untuk Rakyat Kecil pun Dikorupsi, Betapa Parahnya

Hal tersebut juga disampaikan oleh Pengamat Politik dari Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari mengatakan bahwa perubahan UU KPK yang dilakukan beberapa waktu lalu, tidak memengaruhi kinerja lembaga tersebut.

Sebelumnya, kata Wawan, banyak pihak yang meragukan kinerja KPK dengan adanya perubahan UU tersebut, termasuk juga terkait dengan para pimpinan baru lembaga itu.

Namun, menurutnya, saat ini KPK telah menetapkan dua orang Menteri sebagai tersangka kasus korupsi. Wawan mengungkapkan bahwa di satu sisi KPK daoat langsung menindak para pelaku korupsi sekaliput top eksekutif.

Baca Juga: Khawatir Pilkada Serentak 2020 Berpotensi Tularkan Covid-19, KPU Batasi 10 Orang Pemilih di TPS

"Di satu sisi, ini menunjukkan bahwa KPK bisa langsung menindak top eksekutif. Karena yang ditangkap bukan level dirjen atau direktur, tapi ini menteri," kata Wawan di Kota Malang, Jawa Timur, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Minggu, 6 Desember 2020.

Menurut Wawan, dengan ditetapkan-nya dua orang menteri yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka kasus korupsi pada masa awal pemerintahan, merupakan hal yang perlu diapresiasi.

Kemudian Wawan menjelaskan bahwa hal demikian dinilai menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga tersebut, setelah sempat diragukan kinerja-nya oleh publik akibat adanya perubahan undang-undang dan kepemimpinan baru.

Baca Juga: Singgung Ekspor Benih Lobster, Susi Pudjiastuti Puji dan Banggakan Emil Salim

"Penangkapan di awal pemerintahan ini merupakan hal yang baik, sebelumnya ada pejabat yang ditangkap mendekati akhir masa jabatan. Menurut saya, KPK juga sedang berupaya mengembalikan kepercayaan publik," kata Wawan.

Menurutnya, penetapan tersangka Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tersebut, juga dianggap sebagai langkah yang berani. Selama ini publik menilai bahwa banyak politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang dianggap kebal hukum.

"Masyarakat akan melihat bahwa KPK berani mengusik parpol, yang selama ini agak sulit. Apalagi ini adalah parpol penguasa, yang mencalonkan presiden, dan parpol yang memiliki kursi di kabinet paling banyak dibanding yang lain," kata Wawan, mengungkapkan.

Baca Juga: Jelang Masa Tenang Pilkada Serentak 2020, Mahfud MD Ingatkan Masyarakat Tetap Kondusif

Sebelumnya, pada akhir November 2020 lalu, KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo usai melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Edhy diduga menerima suap senilai Rp9,8 miliar.

Selanjutnya, pada pada awal Desember 2020 ini, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka, karena diduga menerima suap senilai Rp17 miliar, yang merupakan "fee" dari pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19.

Kasus tersebut dinilai merugikan negara dan masyarakat Indonesia, hingga slogan hukum mati bagi para koruptor pun membanjiri media sosial.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler