Heran Jokowi Hanya Cabut Lampiran Investasi Miras, Refly Harun: Sebenarnya Siapa Otak di Balik Ini Semua?

3 Maret 2021, 13:35 WIB
Ahli hukum tata negara Refly Harun yang mengomentari pernyataan M Taufik soal pencabutan lampiran Perpres miras oleh Jokowi. /YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Ahli hukum tata negara Refly Harun mengomentari pernyataan pakar hukum pidana M Taufik yang meminta publik jangan terperdaya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru saja mengumumkan pencabutan lampiran Perpres 10/2021 tentang pelegalan minuman keras (miras) atau minuman beralkohol

Menurut pakar hukum pidana itu, pernyataan yang disampaikan Jokowi hanya berupa lampiran dan bukan pembatalan Perpres secara keseluruhan.

"Sebagai peneliti saya sudah menelaah bahwa yang disampaikan Presiden Jokowi di sejumlah media itu tidak sepenuhnya benar. Pak Jokowi bukan mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021, tapi mencabut lampirannya saja," kata M Taufik.

Refly Harun pun lantas mempertanyakan siapa dalang di balik semua rencana ini yang tiba-tiba melihat sektor minuman beralkohol sebagai peluang untuk mendapatkan uang di Indonesia.

Baca Juga: Aldi Taher Bikin Lagu Cinta 'Tetap Semangat' untuk Nissa Sabyan, Warganet: Sehat Bang?

Baca Juga: Sebut KLB Partai Demokrat Tak Sekadar Isu, Ferdinand Hutahaean: Pengen Juga Ikut Nyalon

Baca Juga: Terpapar Covid-19 Usai Divaksin, Begini Tahapan Perawatannya 

"Siapa otak di balik ini semua, tiba-tiba melihat bahwa wah ini punya peluang investasi, punya peluang untuk mendapatkan uang dan lain sebagainya," ungkapnya.

Dirinya pun heran, bagaimana bisa negara Indonesia yang termasuk negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia memiliki rencana semacam itu.

"Bagaimana mungkin di negara dengan mayoritas muslim yang mengharamkan alkohol tiba-tiba ada gerakan semacam itu," tuturnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Rabu, 3 Maret 2021.

Alkohol, ujar Refly Harun, bisa saja digunakan untuk obat dan lain sebagainya, tetapi saat digunakan menjadi minuman beralkohol hal tersebut lah yang menjadi polemik.

Baca Juga: Didorong untuk Lepas Saham dari Perusahaan Bir, Video Lama Anies Viral: Wakil Rakyat Anda Ingin Tetap Memiliki 

Ia juga dibuat penasaran, dari mana Jokowi mendapatkan ide semacam itu yang memperbolehkan investasi minuman beralkohol di empat provinsi, yaitu Papua, Sulut, NTT, dan Bali.

"Tiba-tiba entah dapat ide dari mana pemerintah membuat perpres yang memperbolehkan investasi di empat provinsi serta di daerah lain atas izin tertentu, termasuk izin dari gubernur yang bersangkutan, kan aneh ini namanya," ucapnya.

Hanya demi investasi dan uang, tutur Refly Harun, bagaimana mungkin pemerintah dapat berpikir seperti itu.

Menurutnya, walaupun semisal pemerintah menargetkan untuk mengekspor minuman beralkohol itu, lantas apa tujuannya.

"Ok kalau misalkan minuman beralkohol itu katakanlah mayoritas diekspor, tapi what do we expect dari mengekspor barang-barang seperti itu, apa kita berharap negara lain akan memiliki persoalan dengan minuman keras, bukan Indonesia? kan tidak seperti itu juga," tuturnya.

Oleh karena itu, ungkap Refly Harun, jika ingin menyumbang bagi perdamaian dunia, bukan justru mengekspor minuman beralkohol tapi hal-hal baik lain dari Indonesia.

"Jadi kalaupun kita ingin menyumbang bagi perdamaian dunia sebagaimana pesan konstitusional, ya bukan mengirimkan minuman beralkohol, tapi mengirimkan atau mengekspor hal-hal yang baik dari Indonesia agar dicontoh oleh negara lain," ucapnya.

Baca Juga: Tangis Teddy Syah Pecah Saat Kenang Sosok Rina Gunawan: Saya Bersaksi, Dia Istri dan Ibu yang Sangat Baik

"Maka aneh sekali kalau tiba-tiba Indonesia, negara dengan penduduk mayoritas Islam menghasilkan ekspor minuman beralkohol atau jadi pengonsumsi minuman beralkohol," sambungnya.

Sebelumnya, M Taufik menyampaikan bahwa lampirannya di situ antara lain mengatur tentang investasi kategori miras kemudian tempat-tempat di mana miras itu pabriknya boleh dibangun di mana-mana. 

"Tapi yang menjadi pertanyaan, jangan sampai ini nanti ternyata lampirannya dicabut tapi tumbuh peraturan baru bahwa itu nanti bisa menjadi otonomi daerah," ujarnya.

Pakar hukum pidana itu pun mengumpamakan, misalkan Gubernur Nusa Tenggara Timur bikin sendiri, kemudian provinsi Bali bikin sendiri dan seterusnya, Sulsel bikin sendiri.

Kalau terjadi seperti itu, ungkapnya, ya sama saja artinya pemerintah mengizinkan.

"Malah lebih mudah pendiriannya karena konsekuensi dari dicabutnya lampiran itu kalau tidak diimbangi dengan penjelasan ya malah muncul tafsir di mana-mana," tutur presiden AAPI itu.

Baca Juga: Dokter Thailand Suntikan Vaksin Covid-19 Palsu Terhadap Ratusan Pasukan PBB di Sudan Selatan 

Atas dasar itu, dia berharap Presiden Jokowi mencabut secara keseluruhan Perpres 10/2021.

"Lebih bagus kan biar tidak multitafsir ya perpresnya dicabut. Dari pada nanti muncul tafsiran bahwa pemerintah pusat tidak mengizinkan tapi boleh dirikan di daerah, kan runyam itu. sama juga artinya itu membiarkan terjadinya peredaran miras di mana-mana," tutupnya.*** 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler