Moeldoko Ketum Demokrat versi KLB, Akademisi: Seharusnya Dia Tolak Tawaran Itu

7 Maret 2021, 08:36 WIB
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikael Rajamuda Bataona. /ANTARA/Bernadus Tokan

PR BEKASI – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko seharusnya menolak tawaran sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB).

Hal tersebut dikatakan oleh Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Mikael Rajamuda Bataona di Kupang, NTT pada Sabtu, 6 Maret 2021.

Menurutnya, Moeldoko seharusnya membiarkan opsi win win solution di antara para kader yang dipecat dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Dengan melakukan blunder politik seperti ini, Moeldoko secara langsung telah menyeret Kabinet Jokowi ke dalam kisruh Partai Demokrat,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Komentari KLB Partai Demokrat, Fahri Hamzah: Kudeta Biasanya Berakhir Kudeta

Baca Juga: Asteroid Seukuran 2,5 kali Monas Melintasi Bumi Jumat Lalu, Diprediksi akan Kembali pada 2029 Nanti

Menurut dia, bahkan stigma buruk masyarakat akan makin kuat menyebut ini sebagai skenario penguasa.

Padahal friksi internal Demokrat, meski tanpa variabel Jokowi dan kekuasaan pun memang sudah ada potensinya, di mana, sejarah partai ini sejak era Anas memang sudah penuh faksi dan friksi

Hanya saja selama ini tidak pernah ter-"publish" dan diwacanakan secara besar-besaran seperti saat ini.

Moeldoko harusnya paham bahwa integritasnya sebagai tokoh diukur dari tindakan yang dilakukannya saat ini.

Baca Juga: Media Asing Ikut Soroti Pengangkatan Moeldoko Jadi Ketua Umum dalam Kudeta Partai Demokrat

Dengan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB, Moeldoko sudah pasti disebut tidak bermoral, sebab meski tidak tertulis tetapi moralitas dipahami dan dihayati oleh semua politisi sebagai sesuatu yang mahal dan mulia.

Karena mahal dan mulia, moralitas itulah yang mengikat semua politisi yang ingin dikenang sebagai negarawan.

Moeldoko rupanya lupa bahwa Moralitas adalah hukum yang "given dan non negotiable" dalam politik.

Dalam moralitas inilah akan nampak dimensi-dimensi metafisis yang tidak bisa terkatakan tetapi hanya bisa dirasakan ketika seorang politisi melakukan sesuatu yang dilandasi oleh sikap ksatria dan jiwa besar.

Baca Juga: Menanti Sikap Jokowi Soal KLB, Hinca Pandjaitan: Istana Harusnya Khawatir, Ada KSP Punya Ambisi Buta

"Dengan melakukan itu maka yang akan nampak di sana adalah kehormatan," kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu.

Artinya dalam kasus KLB Demokrat ini, kata dia, tokoh sekaliber Moeldoko sedang kehilangan kehormatannya di mata publik karena wacana dominan yang ada di ruang publik saat ini adalah tentang moralitas politik itu.

"Jadi menurut saya, apa yang dilakukan Moeldoko adalah ekspresi moralitas politik.Mengapa amoral secara politik? karena dalam politik yang paling brutal sekalipun, ada batasannya, yaitu moralitas," katanya.

"Moralitas adalah sesuatu yang non-negotiable atau sesuatu yang tidak bisa dikompromikan. Anda boleh menyerang lawan politik anda dan mengalahkannya, tapi batasannya adalah moral," katanya

Baca Juga: Lawan Pemberontak Komunis Filipina, Dutere: Bunuh Mereka dan Lupakan HAM

Artinya, menurut dia, selama Moeldoko terlibat dalam kisruh ini karena dibawa serta oleh gerbong Jhony Allen dan kawan-kawan yang dipecat AHY, sebagai hal yang wajar.

'Akan tetapi, menerima posisi sebagai Ketua Umum hasil KLB adalah sesuatu yang tidak bermoral dan tidak berkelas sebagai seorang gentleman," katanya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler