Media Asing Soroti Pemakaian Jilbab di Indonesia: Trauma karena Dipaksa Memakai Jilbab

18 Maret 2021, 18:44 WIB
Seorang wanita menggunakan jilbab di Bern, Swiss pada 2011 lalu. /REUTERS/Michael Buholzer/REUTERS

PR BEKASI - Persoalan pemakaian jilbab di Indonesia menjadi sorotan media luar, hal itu karena penggunaan jilbab menjadi bentuk pemaksaan dari pihak keluarga atau sekolah.

Salah satu media yang mewartakannya adalah Reuters dengan judul, "Indonesian girls traumatized by push to wear hijab: HRW report".

Ifa Hanifah Misbach berusia 19 tahun ketika ayahnya meninggal, dan keluarganya mengatakan kepadanya kalau dia tidak akan masuk surga karena dia menolak untuk mengenakan jilbab.

Saat ini, Misbach bekerja sebagai psikolog di Bandung, Jawa Barat, di mana dia telah membimbing puluhan gadis Indonesia yang telah dikucilkan, diintimidasi, dan diancam dari sekolah karena menolak memakai cadar.

Baca Juga: Tim SAR Kerahkan 10 Personil Cari Penjala Udang yang Hilang di Sungai Citarum Bekasi

Baca Juga: Simak 3 Peristiwa Penting pada Bulan Sya’ban, Salah Satunya Peralihan Kiblat

Baca Juga: Seluruh Wakil Indonesia Dikeluarkan dari All England 2021, Rocky Gerung: Penanganan Covid-19 Kita Buruk

"Dampak tekanan agama, terutama untuk memakai jilbab, saat masih muda, terasa seperti tidak ada ruang untuk bernapas," kata Misbach, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Kamis, 18 Maret 2021.

Misbach mengunakan istilah yang umum digunakan di Indonesia yaitu hijab, yang pernyataan tersebut dia sampaikan dalam laporan Hak Asasi Manusia "Aku ingin melarikan diri".

Pengalaman wanita yang kini berusia 45 tahun ini adalah salah satu dari banyak pengalaman yang dibagikan oleh wanita dan anak perempuan di negara mayoritas Islam ini, termasuk kasus anak perempuan dikeluarkan dari sekolah.

Ideologi Indonesia mengabadikan keragaman agama dan negara ini memiliki banyak minoritas Kristen, Hindu, Budha, dan minoritas lainnya, tetapi konservatisme agama dan intoleransi yang berkembang terhadap kepercayaan selain Islam telah meningkat selama dua dekade terakhir.

Baca Juga: Dipaksa Mundur, Dubes Inggris Owen Jenkins: All England Tanpa Indonesia Kurang Seru

Peneliti HAM Indonesia, Andreas Harsono, mengatakan wanita dan anak perempuan di seluruh negeri dapat menghadapi tekanan yang intens dan konstan untuk mengenakan jilbab.

Hal itu digambarkan oleh badan HAM sebagai serangan terhadap hak-hak dasar kebebasan beragama, berekspresi, dan privasi.

"Mengenakan jilbab harus menjadi pilihan, itu bukan peraturan wajib," kata Harsono kepada Reuters.

"Ada kepercayaan yang berkembang di seluruh Indonesia bahwa jika Anda seorang wanita Muslim dan Anda tidak mengenakan jilbab, Anda kurang saleh; Anda secara moral kurang," sambungnya.

Human Rights Watch mengidentifikasi lebih dari 60 peraturan daerah, provinsi yang disebut diskriminatif sejak 2001 dalam menegakkan cara berpakaian perempuan.

Peraturan pemerintah nasional tahun 2014 telah ditafsirkan secara luas, yang mewajibkan semua siswi Muslim di negara berpenduduk sekitar 270 juta orang untuk mengenakan jilbab di sekolah.

Baca Juga: Soroti Proyek Ibu Kota Baru di Kalimantan, Andi Arief: Presiden Hura-hura Hutang, Tapi Pembangunan Mangkrak

"Sekolah negeri di Indonesia menggunakan kombinasi tekanan psikologis, penghinaan di depan umum, dan sanksi untuk membujuk gadis-gadis mengenakan jilbab," kata laporan itu.

Seorang siswa sekolah menengah Muslim, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, teringat saat usianya 12 tahun temannya mengatakan bahwa "satu helai rambut yang terlihat sama dengan satu langkah lebih dekat ke neraka".

Beberapa penolakan juga terjadi. Kasus seorang siswi Kristen di Sumatera Barat yang dipaksa mengenakan jilbab memicu protes nasional bulan lalu, membuat kementerian pendidikan dan agama mengeluarkan keputusan yang melarang sekolah umum mewajibkan pakaian keagamaan.

Badan HAM utama Indonesia, Komnas HAM, mengatakan keputusan itu mendukung hak kebebasan memilih agama, tetapi masih belum jelas seberapa tegas aturan itu akan ditegakkan.

Human Rights Watch menemukan masalah ini meluas di luar sekolah, dilaporkan kasus pegawai negeri sipil dan dosen perempuan yang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka karena tekanan untuk mengenakan jilbab, yang lain melaporkan tidak dapat mengakses layanan pemerintah karena mereka memilih untuk tidak berjilbab.

Seorang juru bicara Kementerian Pendidikan tidak menanggapi secara khusus pertanyaan tentang laporan tersebut, merujuk Reuters pada keputusan yang baru-baru ini dikeluarkan.

Kementerian agama sendiri tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler