PR BEKASI - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko akhirnya angkat bicara terkait dirinya yang ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB (Kongres Luar Biasa).
Moeldoko mengatakan bahwa kini kekisruhan sudah terjadi, dan arah demokrasi sudah mulai bergeser di dalam tubuh Partai Demokrat.
"Saya ini orang yang didaulat untuk memimpin Demokrat. Kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Demokrat," kata Moeldoko, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari video yang diunggah Instagram @dr_moeldoko, Minggu, 28 Maret 2021.
Moeldoko menuturkan bahwa saat ini sudah terjadi pertarungan ideologis menjelang Pemilu 2024, yang terstruktur dan gampang dikenali, hingga menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.
"Ada sebuah situasi khusus dalam perpolitikan nasional, yaitu telah terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024. Pertarungan ini terstruktur dan gampang dikenali. Ini menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045," kata Moeldoko.
Oleh karena itu, Moeldoko menilai bahwa digelarnya KLB di Deli Serdang, Sumatra Utara bukan hanya untuk menyelamatkan Partai Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa dan negara.
"Ada kecenderungan tarikan ideologis juga terlihat di tubuh Demokrat, jadi ini bukan sekadar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa dan negara," kata Moeldoko.
Moeldoko mengakui bahwa hal-hal itulah yang akhirnya membuat dirinya memutuskan menerima permintaan untuk memimpin Partai Demokrat, tentunya setelah dia mengajukan tiga pertanyaan pada peserta KLB.
"Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat, tetapi setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan kepada peserta KLB dan dijawab dengan baik," kata Moeldoko.
Tiga pertanyaan itu adalah, apakah KLB sesuai dengan AD/ART, seberapa serius kader Partai Demokrat memintanya memimpin partai, dan bersediakah kader Partai Demokrat bekerja keras dengan integritas demi Merah Putih di atas kepentingan pribadi dan golongan.
"Dan semua pertanyaan itu dijawab oleh peseta KLB dengan gemuruh, maka baru saya buat keputusan (untuk menerima)," ujar Moeldoko.
Moeldoko pun menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam KLB tidak ada sangkut-pautnya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Terhadap persoalan yang saya yakini benar dan itu atas otoritas pribadi yang saya miliki, maka saya tidak mau membebani Presiden," kata Moeldoko.
Bahkan, Moeldoko pun tak memberitahukan keputusannya untuk memimpin Partai Demokrat pada istri dan keluarganya.
Sehingga, dia pun meminta semua pihak untuk tak membawa-bawa Presiden Jokowi dalam persoalannya.
"Saya juga khilaf sebagai manusia biasa, tidak memberi tahu kepada istri dan keluarga atas keputusan yang saya ambil. Tetapi saya juga terbiasa mengambil risiko seperti ini, apalagi demi kepentingan bangsa dan negara. Untuk itu jangan bawa-bawa presiden untuk persoalan ini," tutur Moeldoko.***