Surat Telegram Kapolri: Media Dilarang Siarkan Arogansi dan Tindak Kekerasan Polisi

6 April 2021, 14:39 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terbitkan Surat Telegram: media dilarang siarkan arogansi dan kekerasan polisi. /PMJ News

PR BEKASI – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram berupa pedoman siaran jurnalistik.

Salah satu poin dalam surat telegram itu adalah melarang media untuk menayangkan tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polri.

Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/750/IV/HUM/3/4/5/2021 yang diterbitkan tertanggal 5 April 2021 itu ditujukan kepada Kapolda serta Kabid Humas.

“Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik, kata Karo Penmas DIvisi Humas Polri Brihjen Rusdi Hartono sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs Humas Polri, Selasa, 6 April 2021.

Baca Juga: Lima Instruksi Jokowi Soal Penanganan Bencana di NTT dan NTB, Mulai dari Evakuasi sampai Mitigasi

Baca Juga: Kapolri Listyo Sigit Tuai Kritik Usai Larang Media Siarkan Kepolisian yang Tampilkan Arogansi dan Kekerasan

Baca Juga: Minta Pemerintah Revisi Larangan Mudik, dr. Tirta: Bukber Boleh, Wisata dibuka, Harusnya Mudik Tidak Dilarang

Ada 11 hal yang diinstruksikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran Humas Polri.

“Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis,” tulis Kapolri dalam Surat Telegram tersebut.

Kedua, media tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

Kemudian, rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.

Baca Juga: Lindungi Atlet Dari Covid-19, Korea Utara Absen di Olimpiade Tokyo 2021

“Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan,” tulisnya.

Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.

Keenam, gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya harus disamarkan. Wajah dan identitas pelaku, korban, beserta keluarga yang masih di bawah umur juga harus disamarkan.

“Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku,” bunyi poin lainnya.

Baca Juga: Banyak Kasus HAM Masa Lalu yang 'Coreng Bangsa', Anggota DPR Minta Komnas HAM Cari Alternatif Penyelesaian

“Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang,” bunyi poin kesembilan.

Poin sepuluh, dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

“Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak,” tulis telegram itu.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Humas Polri

Tags

Terkini

Terpopuler