Barbuk Kasus Dugaan Suap Ditjen Pajak Dibawa Kabur Truk, Rocky Gerung: Rezim Ini secara Moral Bangkrut!

14 April 2021, 09:47 WIB
Rocky Gerung buka suara soal barang bukti kasus dugaan suap Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang diduga dibawa kabur oleh truk. /Tangkapan layar YouTube.com/Rocky Gerung Official/

PR BEKASI - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa waktu yang lalu telah gagal mengamankan barang bukti saat menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama di Kalimantan Selatan.

Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Sayangnya, upaya penggeledahan itu tak mendapatkan hasil apa-apa lantaran sejumlah dokumen yang merupakan barang bukti kasus suap itu diduga sudah dibawa kabur dengan menggunakan truk sebelum penyidik tiba.

Baca Juga: BNPB Minta Pemerintah Daerah di 30 Wilayah Ini Waspadai Cuaca Ekstrem Bibit Siklon Tropis 94W

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Rocky Gerung mengatakan bahwa ini adalah hasil nyata dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang minim secara moral.

"Jadi akhirnya diputuskan bahwa rezim Jokowi ini secara moral bangkrut sebetulnya," ucapnya dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 14 April 2021.

Kejadian ini menurut Rocky Gerung memperlihatkan bahwa politik Jokowi bukan lagi dikendalikan oleh Oligarki tetapi oleh Plutokrat. Suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki.

Baca Juga: Diprediksi Bakal Terjadi Perang Saudara Seperti di Suriah, PBB: Myanmar Menuju Konflik Besar-Besaran

"Jadi satu orang kaya bahkan bisa ukur sejak dia mulai merencanakan korupsi atau tindakan melanggar hukum. Dia langsung hitung akibatnya itu, siapa yang bakal jadi hakim, siapa yang akan mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) di KPK, dan seterusnya," tuturnya.

Jadi, sambung Rocky Gerung, semua kalkulasi itu sudah selesai, apalagi bagi seseorang yang betul-betul tahu anatomi kekuasaan seperti pemilik PT Jhonlin, Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.

Karena, kata Rocky Gerung, Haji Isam pernah terlibat dalam proyek memenangkan Jokowi di Pilpres 2019. Maka dari itu dia yakin Haji Isam telah mengerti seluk-beluk kekuasaan, khususnya KPK.

Baca Juga: Siap-siap! Polri Gelar Operasi Keselamatan Jaya 2021 Sampai 25 April, Ini Sasaran Pelanggarannya

"Orang semacam Haji Isam tentu cerdas sekali untuk melihat peluang memanfaatkan lembaga-lembaga itu tuh dan mungkin perusahaan truk yang bakal disewa dia udah tau dari dua bulan yang lalu," ucapnya.

Jadi inilah yang terjadi, ujar Rocky Gerung, kalau sinyal dari Jokowi itu sejak awal tidak ada niatan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja KPK.

"Maka kelemahan KPK akibat revisi UU KPK dua tahun yang lalu, justru dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin mencuri harta negara dan menyogok oknum-oknum demi kelangsungan bisnis," ujarnya.

Baca Juga: Memalukan, Bantuan yang Diberikan Mensos Risma Ditarik Lagi karena Hanya untuk Kepentingan Dokumentasi

"Kan ini semua berawal dari KPK yang dilemahkan sehingga moral publik juga menganggap, yaudah itu satu paket dan dengan sendirinya itu akan terjadi," sambung Rocky Gerung.

Maka dari itu, Rocky Gerung mengatakan, yang perlu disalahkan adalah Istana karena memberi kewenangan pada KPK untuk membatalkan kasus.

"Jadi sesuatu yang sebetulnya bisa kita prediksi kalau lembaga-lembaga penegak hukum itu diperlemah, maka dengan sendirinya mereka yang ingin mencari keuntungan dari kejahatan justru bersorak-sorak," ungkapnya lagi.

Baca Juga: Banyak Pengeluaran di Bulan Ramadhan? Begini Tips Cermat Mengatur Keuangan dari Ahli

Rocky Gerung pun kemudian membeberkan fakta yang terjadi saat ini. Menurutnya, jalan buntu yang dihadapi KPK dalam menyelidiki kasus suap Ditjen Pajak ini semakin mempertegas sesuatu.

Bahwa, kata Rocky Gerung, kalau bukan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT), itu dipastikan mentok seperti saat ini, kasusnya adalah kasus pengembangan seorang pejabat di Dirjen Pajak yang menerima suap.

Sementara ketika terjadi OTT juga tidak memberikan keadialn, ungkap Rocky Gerung, hukumannya menjadi ringan, seperti kasus korupsi bansos Juliari P Batubara.

Baca Juga: Cegah Pemudik Jelang Larangan Mudik, Polda Metro Jaya Bakal Jaga 16 'Jalan Tikus' di DKI Jakarta

"Jadi betul-betul kita melihat KPK itu sebenarnya lembaga yang dulu kita harapkan banyak sekarang jadi benar-benar tidak berdaya," ucapnya.

Menurutnya, jika sekarang diukur apakah rezim Jokowi berhasil dalam penegakkan hukum atau tidak, salah satu faktornya adalah yaitu KPK. Lembaga yang sewaktu reformasi diwajibkan untuk bersih dan netral.

"Jadi kalau KPK dilemahkan dan kasus-kasus yang seharusnya cepat diproses juga diperpanjang serta mereka yang tertangkap tangan tidak memperoleh hukuman yang bisa melegakkan masyarakat," ujarnya.

Baca Juga: DKI Masuk Daftar Kota dengan Biaya Hidup Termahal di Dunia, Wagub: Tidak Ada yang Mahal di Jakarta

"Itu artinya rezim ini memang lebih buruk dari rezim yang lalu, bahkan lebih buruk dari rezim awal reformasi itu," sambung Rocky Gerung.

Pada saat menyebrangkan bangsa ini setelah peristiwa reformasi 98, kata Rocky Gerung, bangsa Indonesia minta agar supaya Indonesia diukur dengan dua hal saja.

Pertama adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang netral dan kedua adalah KPK yang bersih.

"Sekarang dua-duanya bermasalah, KPU tidak netral, KPK tidak bersih, rezim ini bangkrut moralnya," tutup Rocky Gerung.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler