PR BEKASI - Aktivis Gerakan Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Ferry Koto memberikan tanggapan terkait diterbitkannya Surat Keputusan (SK) penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), termasuk Novel Baswedan.
Ferry Koto merasa prihatin atas adanya SK penonaktifan tersebut. Apalagi menurutnya, tidak ada lagi yang perlu diragukan terkait wawasan kebangsaan Novel Baswedan.
Pasalnya, menurut Ferry Koto, mata Novel Baswedan sudah menjadi korban karena menjalankan tugas dari bangsa, yakni memberantas korupsi, sehingga apalagi yang kurang dari kebangsaan penyidik senior KPK tersebut.
"Bahkan matanya pun korban demi jalankan tugas dari bangsanya. Kurang apalagi kebangsaannya? #Prihatin," kata Ferry Koto, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari cuitan Twitter @ferrykoto, Rabu, 12 Mei 2021.
Sebelumnya, Penyidik Senior KPK Novel Baswedan turut memberikan tanggapan terkait SK penonaktifan dirinya dan 74 pegawai KPK yang tak lulus TWK.
Novel Baswedan mengatakan bahwa SK tersebut berisi hasil asesmen tes wawasan kebangsaan, bukan pemberhentian.
"Itu SK tentang hasil asesmen TWK, bukan pemberhentian, tetapi isinya justru meminta agar pegawai dimaksud menyerahkan tugas dan tanggung jawab (nonjob)," kata Novel Baswedan, Selasa, 11 Mei 2021.
Oleh karena itu, Novel Baswedan menilai bahwa tindakan menerbitkan SK tentang penonaktifan 75 pegawai KPK merupakan tindakan sewenang-wenang dari Ketua KPK Firli Bahuri.
"Menurut saya itu adalah tindakan Ketua KPK yang sewenang-wenang," ujar Novel Baswedan.
Novel Baswedan lantas menilai, tindakan Firli Bahuri yang sewenang-wenang dan berlebihan itu perlu menjadi perhatian.
Pasalnya, tindakan Firli Bahuri yang menerbitkan SK tersebut menyebabkan para penyidik/penyelidik mesti berhenti menangani kasus yang mereka pegang.
"Karena itu menggambarkan masalah serius yang sesungguhnya dan akibat dari tindakan sewenang-wenang tersebut para penyidik/penyelidik yang tangani perkara disuruh berhenti tangani perkara," kata Novel Baswedan.
Novel Baswedan juga menilai, permasalahan tersebut merugikan agenda pemberantasan korupsi dan menggambarkan adanya ambisi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang berintegritas.
"Masalah seperti ini merugikan kepentingan kita semua dalam agenda pemberantasan korupsi, dan semakin menggambarkan adanya ambisi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas dengan segala cara," tutur Novel Baswedan.***