Kelompok Teroris Bisa Rekrut Anggota Baru Saat Dunia Sibuk dengan Pandemi Corona

9 Mei 2020, 03:26 WIB
ILUSTRASI terorisme.* /MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA/

PIKIRAN RAKYAT - Pandemi virus corona dapat dimanfaatkan kelompok teroris untuk meningkatkan serangan dan merekrut anggota baru.

Hal itu diampiakan pengamat politik dan terorisme Noor Huda Ismail dalam seminar yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Jumat 8 mei 2020.

Menurut dia, penyebabnya, banyak kegiatan masyarakat beralih ke dunia maya saat pandemi virus corona.

Bersamaan dengan itu, gerakan garis keras juga kian aktif menyebarkan seruan dan ajakan di internet, khususnya ketika mereka kehilangan benteng pertahanan terakhir di Suriah.

Baca Juga: Jika THR Tak Dibayar Sesuai Janji, Pekerja Bisa Minta Perusahaan Bayar Bunga atau Denda

Noor Huda Ismail memberi contoh, ISIS sempat menyiarkan fatwa di dunia maya yang mendorong simpatisannya meningkatkan serangan teror selama pandemi virus corona.

"Ini sebetulnya fatwa yang disampaikan media mereka, An-Naba. Intinya, saat negara-negara sibuk menghadapi pandemi virus corona, mari kita serang ramai-ramai. Ini fatwa yang di dunia global, ternyata digunakan kelompok yang ada di Indonesia," ujar Noor Huda Ismail.

Ia menyebut, Ali Kalora merupakan salah satu warga Indonesia dan simpatisan ISIS yang mengikuti isi fatwa tersebut.

Baca Juga: Mari Bantu Satwa Kebun Binatang Bandung Saat Pendemi Corona, Butuh Rp 300 Juta Sebulan untuk Pakan

Ali Kalora bersama kelompoknya, Mujahidin Indonesia Timur (MIT), diduga menyerang aparat keamanan di Poso, Sulawesi Tengah pada April 2020.

Dalam aksi itu, salah satu mantan narapidana terorisme, Ali alias Darwin Gobel diyakini ikut terlibat.

Noor Huda Ismail berpendapat, kelompok yang paling rentan disusupi seruan itu adalah mantan narapidana teroris.

"Dari 900 narapidana terorisme, hampir 80-an yang kembali (beraksi). Temuan yang menarik, saat mereka kembali, 75 persennya punya posisi yang meningkat. Misalnya Ali Darwin, dulu dia ditangkap karena terlibat perencanaan, tetapi ketika dia ‘main’ lagi, dia sudah terlibat aksi dan ikut menembak," ujar Noor Huda Ismail.

“Selain itu, sekira 13 persen dari mantan narapidana terorisme juga ada yang kembali beraksi, tidak lagi di dalam negeri, tetapi di luar negeri, misalnya jadi kombatan di Moro, Filipina, dan Afghanistan,” kata dia.

Temuan lain yang perlu jadi perhatian adalah upaya rekrutmen anggota yang dilakukan narapidana terorisme ke tahanan lain selama di penjara.

"Ketika di penjara, kelompok teroris juga melakukan rekrutmen. Ini saya sebutnya teroris hybrid. Contohnya Juher, mantan narapidana umum, jika tidak salah karena kasus narkoba. Ketika bebas dan tertangkap, ya memanfaatkan pandemi Covid-19 dan terlibat. Senjata-senjata melalui jaringan itu dia dapatkan. Artinya, ini jadi pekerjaan rumah bersama," ujar Noor Huda Ismail.***

Editor: Yusuf Wijanarko

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler