Meksiko Diguncang Gempa Megathrust ke-9 Kali, BMKG Khawatirkan Peristiwa Sama Terjadi di Indonesia

24 Juni 2020, 15:09 WIB
ORANG-orang bersandar pada tembok saat terjadi gempa 7.5 di Mexico City, Selasa, 23 Juni 2020. Gempa itu berpusat di dekat resor Huatulco di Meksiko selatan mengguncang bangunan Selasa di Mexico City dan mengirim ribuan orang ke jalan-jalan.* /AP / Fernando Llano/

PR BEKASI - Di tengah kondisi pandemi yang kian memprihatinkan dengan total kasus positif mencapai 191.410 dan kematian sebesar 23.377, Meksiko dilanda gempa besar yang dilaporkan menewaskan lima orang.

Gempa berkekuatan 7.4 magnitudo mengguncang wilayah Meksiko Selatan pada Selasa, 23 Juni 2020 pukul 10.29 waktu setempat dengan berpusat di Pesisir Pantai Negara Bagian Oaxaca, Mexico City pada kedalaman hiposentrum 26 km.

Gempa tersebut berada pada episentrum 12 km di bagian selatan-barat data Santa Maria Zapotitlan di negara bagian Oaxaca dapat dikatakan tergolong dalam tipe gempa megatrust.

Baca Juga: Dianggap Lelucon, Donald Trump Tegaskan Dirinya Tak Bercanda Ingin Perlambat Pengujian Virus Corona 

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono mengatakan ikut mencermati gempa yang terjadi di Meksiko pada Selasa malam waktu Indonesia.

Daryono menganalisis peristiwa gempa yang terjadi di Meksiko dan mengatakan peristiwa tersebut sebagai pelajaran bagi Indonesia.

Gempa pada Selasa, 23 Juni 2020 merupakan gempa besar yang ke-9 kali dengan kekuatan di atas 7.0 magnitudo. Delapan gempa lainnya yakni terjadi pada 2017(M 8.2), 2012(M 7.4), 2003(M7.5), 1995(M 8.0), 1985(M 8.0), 1932(M 8.1), 1845(M 7.9), dan 1786(8,6).

"Hasil analisis BMKG menujukkan gempa Oaxaca (Meksiko) M 7.5 mekanismenya sesar naik ciri khas mekanisme gempa megathrust," tulis Daryono di akun Instagramnya pada Rabu, 24 Juni 2020. Gempa tersebut terjadi karena dipicu oleh deformasi batuan tepat di zona Megathrust Oaxaca.

Baca Juga: Optimisme Pemulihan Ekonomi Pascapembatasan Sosial, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah Dibuka Menguat 

"Tadi malam, tekanan kulit bumi di zona megathrust itu tampaknya sudah melampaui batas elastisitasnya hingga batuan tidak mampu lentur lagi sehingga patah dengan tiba-tiba selanjutnya memancarkan energi gelombang seismik," ucap Daryono. Aktivitas seismik terjadi pada Lempeng Cocos yang berada di Samudra Pasifik dekat Meksiko yang bergerak 50 hingga 70 milimeter per tahun.

Gempa semalam pun merusak beberapa struktur bangunan rumah dan menyebabkan bangunan bergoyang di Mexico City. Dalam laporan terbaru yang dikutip dari AP News, lima orang dinyatakan tewas yakni dua orang di Huatalco, Oaxaca.

Dua orang tewas di Desa Pegunungan San Juan Ozolotepec dan satu terakhir merupakan seorang pekerja di perusahaan kilang minyak milik pemerintah, Pemex setelah jatuh dari struktur kilang.

Orang-orang pun berkeliaran di jalanan ibu kota sekitar satu jam setelah gempa dengan tidak mengenakan masker sebagai protokol kesehatan. Sejumlah pasien di rumah sakit covid-19 menimbulkan kepanikan dan berkerumun di salah satu bangsa di rumah sakit tersebut.

Baca Juga: Wujud Kepedulian Indonesia, Menlu Tingkatkan Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina Tahun Ini 

"Gempa Oaxaca southern Mexico M 7,4 tadi malam memicu collateral hazard berupa longsoran di berbagai tempat," kata Daryono. Gempa pun terasa di Guatemala dan seluruh wilayah Meksiko Selatan dan tengah.

Daryono mengatakan pada gempa semalam, sejumlah gedung dan bangunan di Meksiko dinilai memiliki ketahanan yang teruji terhadap gempa besar.

Ia membandingkan dengan gempa di Yogyakarta pada tahun 2006 yang kekuatannya lebih kecil yakni M 6.4, namun dampak kerusakannya sangat besar dan menimbulkan banyak korban jiwa yakni lebih dari 5.800 jiwa hilang.

"Tampaknya Meksiko sudah lama dalam menyiapkan struktur bangunan tahan gempa, sementara di Yogyakarta saat itu masih banyak bangunan yang di bawah standar aman gempa," ujar Daryono membandingkan dua lokasi gempa.

"Pelajaran terpenting yang dapat kita ambil sebagai pelajaran bahwa bangunan tahan gempa adalah kunci keselamatan yang paling utama dalam menghadapi gempa sehingga cepat atau lambat harus kita merealisasikannya," kata Daryono.

Baca Juga: Ikut Raker dengan Komisi VIII DPR, BNPB Ngadu Tak Memiliki Pakar Epidemiologi dalam Strukturnya 

Ia pun menganalisa telah terjadi tsunami kecil sebagai dampak dari gempa Oaxaca M 7,4 Meksiko selatan yang tercatat pada stasiun DART 43413.

"Tak hanya manusia yang panik dengan gempa M 7,4 di Oaxaca Meksiko selatan, ikan dan anjing pun turut panik," ungkapnya.

Tidak hanya soal bangunan, ia pun mengingatkan pentingnya mengidentifikasi zona megathrust dan sesar aktif di Indonesia yang segmennya belum mengalami gempa kuat untuk diwaspadai.

Sebab, Daryono mencermati bahwa adanya potensi gempa di kawasan seismic gap sebagai 'bom waktu' yang suatu saat akan meledak dengan melepaskan energi yang besar. Zona seismic gap adalah zona sumber gempa aktif akan tetapi sudah lama tidak terjadi gempa dahsyat.

Baca Juga: Pemerintah Tunda Pembahasan RUU HIP, Mahfud MD Akui Ada Sejumlah Masalah 

"Jika kita mencermati urutan sejarah gempa besar di Meksiko yang terjadi di sepanjang Subduksi Lempeng Cocos, tampak bahwa gempa Oaxaca terjadi di kawasan yang selama ini 'kosong' dari gempa besar," ucap Daryono.

Terakhir, Daryono mengingatkan wilayah-wilayah di Indonesia yang memiliki catatan gempa besar wajib hukumnya membangun tahan gempa serta mengedukasi warganya bagaimana cara selamat saat terjadi gempa.

"Gempa besar akan mengalami perulangan atau periode ulang sehingga daerah yang pernah mengalami gempa besar pada masa lalu maka dapat kembali dilanda gempa kuat di masa yang akan datang," ucap Daryono.

Hingga saat ini, Pemerintah Meksiko khususnya di wilayah Oaxaca masih melakukan identifikasi kerusakan akibat gempa besar tersebut.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: BMKG AP News

Tags

Terkini

Terpopuler