Gelar Rapat di Hari Libur, Buruh Pergoki Baleg DPR Bahas RUU Ciptaker di Hotel

27 September 2020, 21:49 WIB
Aksi demo menolak Omnibus Law, Instagram/@persatuanburuh /

 

PR BEKASI – Badan Legislatif (Baleg) DPR RI menggelar rapat pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada hari libur, Minggu, 27 September 2020.

Selain itu, Elemen Buruh memergoki Baleg DPR menggelar rapat bukan di gedung DPR melainkan di Hotel Swissbell, Serpong, Banten.

Rencana semula, pembahasan tersebut akan dilakukan di hotel Sheraton di Bandara.

Tetapi, sejumlah perwakilan buruh mendatangi lokasi tersebut, dan tiba-tiba mendapat kabar bahwa Baleg mengubah lokasi rapat.

Baca Juga: Jaminan Kehilangan Pekerjaan Masuk dalam Skema Baru RUU Ciptaker, Elen: Aturan Merugikan Buruh

Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah pun mempertanyakan alasan rapat tersebut digelar di hotel, dan bukan di gedung DPR langsung.

“Kenapa tidak rapat di DPR dan terkesan seperti menghindari ‘fraksi balkon’? kalau alasan Gedung tutup, DPR kan bisa meminta beroperasi pada Minggu. Ini alasannya teknis ukan substansi,” tuturnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

KPBI pun mendesak Badan Legislatif untuk membatalkan proses pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, atas tidak transparannya pembahasan Omnibus Law tersebut.

Baca Juga: Beralasan Ingin Bertemu Kiai, Pria Asal Tangerang Ini Diamankan Polisi Usai Buat Gaduh di Pesantren

KPBI melihat cara Badan Legislatif DPR mengebut pengesahan kluster terakhir di beleid kontroversial tersebut secara tergesa-gesa.

“Padahal, kluster ketenagakerjaan masih bermasalah dan mendapat penolakan mayoritas buruh,” ungkap Ilhamsyah menegaskan.

Selain dibahas dengan cara yang tidak transparan, kluster Ketenagakerjaan pun akan mengurangi hak-hak buruh yang telah diatur dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Pasangan Gay Asal inggris Ini Umumkan Bayi Pertamanya, Warganet Dibuat Bingung dari Mana Asalnya

Hal-hak tersebut antara lain karyawan kontrak dan outsourcing tanpa batas, upah satuan waktu (yang membuat UMP tidak efektif), pengurangan komponen pesangon, penghapusan pidana ketenagakerjaan, jam kerja eksploitatif, dan penghilangan hak-hak cuti.

“Dengan kondisi seperti itu, buruh kehilangan daya tawar karena mudah di-PHK. Buruh susah berserikat, alhasil kondisi kerja akan semakin buruk dan menindas,” tutur Ilhamsyah.

Dia pun memperingatkan mengenai penurunan upah yang akan semakin memperpuruk kondisi ekonomi makro Indonesia.

Baca Juga: Lakukan Survei terhadap Kebutuhan Kuota Internet, FSGI Sebut Kuota Umum 5 Gb Dinilai Masih Kurang

Sebab, konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari 50 persen komponen PDB tersebut, akan semakin terjerembab.

“Ini justru memperburuk dampak Covid-19 di ekonomi nasional. Terlebih, persoalan ketenagakerjaan bukanlah penghambat utama investasi, melainkan persoalan korupsi,” ungkap Ilhamsyah.

Selain itu, KPBI menyampaikan apresiasi kepada fraksi-fraksi yang tegas menolak badan legislatif mengesahkan rumpun ketenagakerjaan dari Omnibus Law.

Baca Juga: Data Pengguna Diduga Bocor, ShopBack dan RedDoorz Kirim Surat Elektronik ke Pelanggan

Mereka juga mendesak agar fraksi-fraksi lainnya, untuk tidak menyetujui rumpun ketenagakerjaan Omnibus Law tersebut.

“Mengesahkan Omnibus Law sungguh pilihan politik yang merugikan bangsa Indonesia dan partai-partai politik itu sendiri. Rakyat akan semakin sadar, partai-partai pendukung Omnibus Law itu jelas tidak memihak rakyat, dan buruh merupakan kelompok pemilih dominan,” tutur Ilhamsyah.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler