Demo Buruh Tolak Omnibus Law Dilarang, Polisi Tak Ingin Ada Klaster Baru

5 Oktober 2020, 15:11 WIB
Ilustrasi buruh yang akan mengadakan demonstrasi. /Instagram/@persatuanburuh

PR BEKASI - RUU Cipta Kerja yang positif akan menjadi Undang-undang dan akan disahkan pada rapat paripurna Kamis, 8 Oktober 2020 mendatang, mendapat penolakan mentah-mentah dari berbagai golongan masyarakat.

Terkait hal tersebut, rencananya para buruh akan menggelar aksi demonstrasi penolakan omnibus law Rancangan Undang-Undangan (RUU) Cipta Kerja di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta sejak Senin, 5 Oktober hari ini.

Namun Polda Metro Jaya menegaskan tidak mengeluarkan izin atas aksi demonstrasi tersebut karena potensi keramaian yang ditimbulkan.

Baca Juga: Densus 88 Tangkap 4 Terduga Teroris di Bekasi, Satu Orang Bekerja sebagai Ojol

"Kami tidak kasih izin. Jadi Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan izin untuk demo," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Senin, 5 Oktober 2020.

Yusri menjelaskan, tidak dikeluarkannya izin bagi para pendemo itu tidak lepas dari meningkatnya kasus penyebaran virus Covid-19 di DKI Jakarta.

"Sekarang kita imbau, kita mengharapkan agar mereka mengerti. Pandemi Covid-19 ini semakin tinggi di Jakarta. Jangan jadi klaster baru," tuturnya.

Meski demikian, Yusri Yunus memastikan, tetap menyiapkan personel untuk melakukan pengamanan jika massa tetap menggelar unjuk rasa tersebut.

Baca Juga: Tidur dan Mandi Bersama Selama 10 Tahun, Pria Ini Baru Tahu Kalau Istrinya Ternyata Laki-laki

Salah satu upaya yang telah dilakukan pihak kepolisian adalah melakukan penutupan jalan utama depan Gedung MPR/DPR RI dengan melakukan rekayasa lalu lintas.

Sebelumnya, puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law. 

Kesepakatan ini diambil setelah diadakan rapat bersama di Jakarta pada Minggu, 27 September 2020, lalu.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut rapat dihadiri perwakilan 32 federasi serikat pekerja. Lalu, ada juga beberapa federasi seperti SP LEM dan GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi.

Baca Juga: Akui akan Nikahi Nathalie Holscher Secepatnya, Sule: Aku Janji, Menyayangi Kamu Sampai Akhir Hayat

Mogok nasional ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten atau kota mulai dari Selasa, 6 Oktober - Kamis, 8 Oktober 2020. Mogok akan melibatkan pekerja di sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, hingga logistik dan perbankan.

Selain itu, sedikitnya ada tujuh poin utama yang ditolak oleh para buruh beserta konfederasi lainnya dalam RUU sapu jagat tersebut.

Pertama, para buruh menilai draf RUU Cipta Kerja akan menghapus ketentuan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Kedua, pihaknya menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.Ketiga, terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dinilai kontrak seumur hidup dan tidak ada batas waktu kontrak.

Baca Juga: Awal Pekan Harga Sejumlah Kebutuhan Pokok di Jawa Barat Alami Kenaikan, Berikut Daftarnya

Keempat, para buruh juga menolak rancangan aturan mengenai outsourcing pekerja seumur hidup tanpa jenis pekerjaan. Kelima, buruh menilai dalam RUU Cipta Kerja, pekerja berpotensi akan mendapatkan jam kerja yang lebih eksploitatif.

Keenam, buruh menilai hak cuti akan hilang apabila RUU Cipta Kerja disahkan. 

Ketujuh, buruh juga menyoroti potensi karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang kehilangan jaminan pensiun dan kesehatan.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler