Tanggapi Surat Telegram Cegah Unjuk Rasa , Pengamat Kepolisian: Justru Itu Akan Memicu Kehebohan

7 Oktober 2020, 06:50 WIB
Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis./ANTARA/HO /

PR BEKASI - Surat Telegram dari Kapolri kepada jajarannya yang tersebar ke publik menuai polemik di masyarakat, yayasan lembaga hukum, hingga para pengamat.

Surat dengan Nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 tersebut sempat muncul ke media sosial sejak Senin, 5 Oktober 2020.

Inti surat tersebut berisi langkah antisipasi yang dilakukan oleh kepolisian dalam pencegahan unjuk rasa dan mogok kerja buruh karena menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.

Baca Juga: Update Harga Emas Rabu 7 Oktober 2020, Harga Emas Antam Seharga Rp2.115.000 per 2 Gram

Pengamat Kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto pun menanggapi surat tersebut dengan menyebut bahwa Polri telah keluar dari tugasnya.

Bambang mengungkapkan bahwa Polisi Republik Indonesia merupakan alat negara, bukan alat pemerintah. Artinya penempatan Polri harus jelas, tidak bisa hanya memihak pemerintah.

"Polisi harus menjaga masyarakat agar aman dan tertib bukan menempatkan diri sebagai alat pukul pemerintah yang berhadap-hadapan dengan masyarakat," kata Bambang sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI Rabu, 7 Oktober 2020.

Baca Juga: Jadwal Pemadaman Listrik di Bekasi Rabu 7 Oktober 2020, Anda di Wilayah Ini Akan Terdampak

Sementara, UUD 45 telah menjamin masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk dalam berkumpul dan berserikat.

"Kapolri lupa bahwa aturan hukum tertinggi di negara itu UUD 1945. Di mana di dalamnya ada Pasal 28 UUD 1945, yang menyatakan hak untuk berserikat dan berkumpul juga telah dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (1) UU HAM," tutur Bambang.

Seperti dijelaskan lebih lanjut, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Baca Juga: Waaster Kasdam IV Diponegoro Ingatkan Terbatasnya Waktu TMMD Reguler

Kemudian pada Pasal 24 ayat (1) Undang Undang Hak Asasi Manusia (HAM) berbunyi, Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat dan berserikat untuk maksud maksud damai.

Karena itu menurut Bambang, surat telegram yang bocor dan diketahui publik menimbulkan kegaduhan.

"Surat Telegram tersebut justru akan memicu kehebohan tersendiri. Harusnya yang dikedepankan dari larangan tersebut, terkait dengan protokol kesehatan, bukan soal penolakan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja," katanya.

Baca Juga: Dituding Rugikan Buruh, Ida Fauziyah: UU Cipta Kerja Justru Lindungi Pekerja PKWT

Sebab menurutnya, UU Cipta Lapangan Kerja masih menjadi polemik bagi para buruh atau pekerja yang menolak karena dianggap tidak sesuai atau tidak layak.

"Jadi, unjuk rasa tersebut wajar saja dilakukan karena menyangkut nasib mereka," tutur Bambang.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler