Jangan Bandel, Warga Jakarta yang Menolak Tes Rapid, Swab, dan Vaksin Covid-19 akan Didenda Rp5 Juta

19 Oktober 2020, 18:34 WIB
Kegiatan Rapid Test yang berlangsung di Aula Promoter Polres Pelabuhan. /

PR BEKASI - Masih banyak masyarakat Indonesia yang menolak dan menghindari tes Covid-19 dengan berbagai alasan, ada yang takut tertular dengan pasien lain saat melakukan tes sampai takut dinyatakan positif Covid-19.

Khususnya di ibu kota DKI Jakarta yang saat ini masih menempati urutan pertama untuk kasus positif terbanyak se Indonesia. 

Sehubungan dengan hal tersebut, rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang penanggulangan Covid-19 yang digodok Pemprov DKI Jakarta bersama Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) sudah resmi disahkan dalam rapat paripurna hari ini, Senin, 19 Oktober 2020.

Baca Juga: Polisi Akui Kerahkan 291 Personel untuk Pencarian Jejak Cai Chang Pan

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari PMJ News, dalam aturan tersebut terdapat denda Rp5 juta kepada warga yang menolak melakukan tes usap (swab test) dan tes cepat (rapid test) juga vaksin Covid-19.

“Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction atau Tes Cepat Molekuler, dan atau pemeriksaan penunjang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta,” demikian bunyi Pasal 29 Perda Penanggulangan Covid-19.

Perda itu juga memuat aturan baru bagi warga yang menolak melakukan vaksin Covid-19. Mereka yang menolak divaksin atau diobati juga bisa dikenakan sanksi denda administratif maksimal Rp5 juta.

Baca Juga: Berduaan di Mobil Barunya Bareng Nikita Mirzani, Hotman Paris: Gak Usah Cape-cape Lagi Cari Hotel

“Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta,” demikian bunyi Pasal 30.

Diberitakan sebelumnya, Perda Penanggulangan Covid-19 itu disusun lantaran DKI Jakarta mengalami keadaan luar biasa dan berstatus darurat wabah Covid-19. Perda dibentuk agar aturan mengenai penanggulangan Covid-19 di Jakarta memiliki aturan yang lebih kuat dan lebih lengkap daripada dua Peraturan Gubernur (Pergub) sebelumnya yang menjadi payung hukum penanganan Covid-19 di Jakarta.

Perlu diketahui, selain alasan di atas mengapa banyak masyarakat yang masih menghindar untuk melakukan tes Covid-19, ternyata rasa takut bukan berasal dari penyakit tersebut, melainkan rasa takut dari efek sosial berupa pengucilan dan penolakan yang akan diterima pasien di masyarakat.

Baca Juga: Tetap Harus Terapkan Prokes, Achmad Yurianto: Vaksin Tak Boleh Dianggap sebagai Penyelesaian Akhir

Hal ini disebut stigma. Stigma muncul karena ada ciri yang melekat pada seseorang yang membuatnya berbeda dari orang lain kebanyakan, biasanya merupakan hal yang negatif bisa berupa cacat mental, cacat fisik atau sakit dalam hal ini bisa termasuk Covid-19

stigma membuat seseorang diperlakukan tidak adil dan diskriminatif. Dalam hal ini, jika seseorang telah diberi stigma, ia akan cenderung bertambah penderitaannya, karena perlakukan sosial yang tidak adil. 

Oleh karena itu, baik pasien maupun keluarga pasien bersikap tidak terus terang alias berbohong, tidak mau mengaku, lantaran takut kena stigma masyarakat.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: PMJ News

Tags

Terkini

Terpopuler