Datangi Jokowi di Hari Toleransi Dunia, Komnas HAM Bahas Praktik Larangan Pendirian Rumah Ibadah

16 November 2020, 19:29 WIB
Hari Toleransi Internasional yang diperingati pada 16 November 2020. /PIXABAY/MoteOo/

PR BEKASI - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada hari ini Senin, 16 November 2020  mendatangi Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, untuk membahas berbagai hal terkait hak asasi manusia.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, selain membahas tentang Hari HAM Internasional yang akan diperingati 10 Desember 2020, pihaknya juga membahas soal tren intoleransi.

"Tadi kami juga mendiskusikan soal tren intoleransi misalnya terkait dengan gangguan-gangguan terhadap sekelompok masyarakat yang melakukan ibadah ataupun yang akan membangun rumah ibadah," ujar Ahmad Taufan dalam konferensi pers, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Senin, 16 November 2020.

Baca Juga: Trump Labil, Sempat Sadar Diri Kalah dari Joe Biden, Kini Dirinya Kembali Akui Menang Pilpres AS

Dia menyampaikan Komnas HAM mengusulkan adanya suatu pengaturan yang lebih adil berbasis kepada kebebasan dari setiap warga negara untuk mengekspresikan agama masing-masing.

"Karena itu butuh suatu revisi terhadap peraturan bersama menteri yang sudah ada," ucap dia.

Komnas HAM menginginkan adanya suatu pengaturan yang lebih tinggi sehingga Komnas HAM mengusulkan adanya Perpres.

"Itu akan didiskusikan di internal pemerintah dan intinya Presiden menyambut baik," kata dia.

Baca Juga: Kasus Akun Bodong Coreng Nama Persipura, Benhur Tomi Mano Buka Sura

Ahmad Taufan berharap usulan Komnas HAM ini akan menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan intoleransi gangguan-gangguan terhadap kemerdekaan orang dalam beribadah.

Toleransi di Indonesia sangat penting dilakukan oleh bangsa Indonesia mengingat banyaknya jumlah suku, ras, dan agama yang berada di Indonesia. 

Hal ini agar setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Namun, sampai sekarang masih sering dijumpai kekerasan dan diskriminasi yang dilatarbelakangi oleh perbedaan suku, ras maupun agama.

Baca Juga: Gaduh Kepulangan HRS, Polisi Panggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 

Diskriminasi dapat berupa pelarangan pendirian rumah ibadah, pelarangan menjalankan ibadah agama tertentu hingga penyerangan terhadap tokoh agama.

Menurut data dari Setara Institute, secara umum, tren gangguan terhadap rumah ibadah mengalami penurunan sejak tahun 2010 hingga 2017. Akan tetapi, gangguan terhadap rumah ibadah kembali mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2018 dengan 19 kasus. 

Sementara itu berdasarkan Laporan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Wahid Foundation dalam lima tahun terakhir sejak 2017, jumlah gangguan terhadap rumah ibadah baik yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara relatif seimbang. 

Aktor negara melakukan tindakan gangguan terhadap rumah ibadah sebanyak 102 kasus sejak tahun 2013 sampai 2017. Sedangkan aktor nonnegara melakukan gangguan terhadap rumah ibadat sebanyak 92 kasus. 

Baca Juga: Anies Baswedan: Sanksi Rp50 Juta untuk HRS Bukan Basa-basi

Keterlibatan aktor negara mencapai puncaknya pada tahun 2015 dengan 38 kasus sedangkan aktor nonnegara pada tahun 2013 dengan 34 kasus. Tingginya keterlibatan aktor negara dalam gangguan rumah ibadah merupakan persoalan serius.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler