Lucia menyebutkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia dengan melakukan uji klinis, yakni mempunyai data uji klinis dan data pengalaman penggunaan di Indonesia.
Kendati demikian, BPOM membuka peluang memakai data hasil uji klinis sejumlah vaksin Covid-19 dari negara lain guna mempercepat program vaksinasi di Indonesia, asalkan syaratnya memiliki protokol uji klinis yang sama dengan Indonesia.
Menurut dia, sebenarnya tidak ada kewajiban melakukan uji klinis di dalam negeri sebelum menggunakan vaksin, apalagi bila ada negara tetangga yang sudah melakukan uji klinis sebelumnya.
Baca Juga: Penyelidikan Suap Izin Benih Lobster Berlanjut, Kini Giliran Staf Istri Edhy Prabowo Dicecar KPK
Bahkan, kata dia, ada beberapa jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia, tanpa melalui uji klinis di Indonesia.
"Ingat, sudah banyak vaksin sebelum pandemi Covid-19, dan hanya sedikit yang melakukan uji klinis di Indonesia," katanya.
Ia mengatakan bahwa vaksin influenza dan vaksin polio uji klinisnya tidak di Indonesia. Meski diproduksi di Bio Farma, uji klinisnya tidak dilakukan di Indonesia dan secara regulasi.
Baca Juga: Soal Drone 'Misterius' di Laut Indonesia, DPR: TNI Segera Perkuat Pengawasan Bawah Laut
Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengaku belum bisa menegaskan kehalalan vaksin Sinovac untuk menangkal Covid-19 karena masih ada informasi yang perlu dilengkapi.
Muti tidak membeberkan secara detail informasi yang dimaksud. Hanya kuantitasnya terbilang sedikit karena proses audit sudah rampung.
"Masih ada sedikit informasi yang harus dilengkapi sehingga tentunya kami tidak bisa kemudian memberikan kesimpulan. Kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di jLPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI)," ujarnya.