Natalius Pigai Dipolisikan terkait Ucapannya Soal Etnis Jawa dan 'Babu', Refly Harun: Demokrasi yang Gagal

- 31 Januari 2021, 07:16 WIB
Refly Harun (kiri) turut menyoroti laporan polisi ujaran Natalius Pigai (kanan) yang dianggap rasis.
Refly Harun (kiri) turut menyoroti laporan polisi ujaran Natalius Pigai (kanan) yang dianggap rasis. /YouTube Refly Harun & IG Natalius Pigai

PR BEKASI - Pakar hukum tata negara Refly Harun turut menyoroti laporan polisi mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai oleh DPP Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibnas (PPMK) pada Sabtu, 30 Januari 2021.

Pigai dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri sebab ucapannya dianggap telah menyinggung etnis Jawa.

Dalam akun Twitter-nya, Pigai mengatakan bahwa orang Jawa tidak mungkin meminta maaf dalam konteks merespons permintaan maaf Wakil Presiden Ma'ruf Amin lantaran kesulitan menghadapi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Sebut Wacana Pam Swakarsa Dibuat 'Grusa-grusu' Bikin Ruwet, Amien Rais: Saya Agak Miris dan Galau

“Sebagai orang Jawa tidak mungkin minta maaf. Kata maaf yang dari Wapres bisa saja dari Jokowi. Ini jadi dasar Jokowi-Mar'uf nyatakan tidak mampu jalankan amanat Konstitusi,” kata Natalius Pigai.

Selain itu, Pigai juga menyinggung soal 'babu' yang dianggap menghina etnis lain.

“Presiden satu daerah, satu pulau, wakil presiden satu pulau, terus sekarang yang berasal dari luar pulau itu apa? Babu gitu? Sampai kapan mau jadi babu?,” ujar Natalius Pigai.

Menanggapi hal tersebut, Refly Harun menilai omongan Natalius Pigai bukan sebagai bentuk serangan kepada seseorang, melainkan hanya berupa kritik.

Baca Juga: Diduga Serpihan Meteor, Warga Lampung Tengah Dengar Bunyi Dentuman Keras dan Benda Berat Jatuh

"Kalau omongan Pigai, kita tidak melihat itu sebagai 'direct attack' kepada seseorang. Kalau dia mengkritik Jokowi, saya lihat dalam konteks mengkritik," tutur Refly Harun.

Refly juga mengatakan kata 'babu' yang disinggung Pigai sulit diinterpretasikan sebagai bentuk penghinaan.

"Kata-kata 'babu' tidak dikaitkan dengan suku Jawa, malah dikaitkan dengan suku di luar Jawa. Tapi, karena tidak spesifik, susah dikatakan dia menghina seluruh suku di luar Jawa," ujar Refly Harun.

Indikator penghinaan, ungkap Refly, memiliki standar yakni ditujukan kepada orang secara langsung, sebagaimana yang dilakukan Ambroncius Nababan kepada Natalius Pigai.

Baca Juga: Jadi Kelompok Paling Rentan Tertular dan Meninggal, Pandu Riono Gaungkan Petisi: Vaksin untuk Lansia Segera!

"Bagi saya standar penghinaan itu harus ditujukan kepada orang secara langsung. Dalam konteks Ambroncius jelas itu untuk Natalius Pigai. Tapi, apakah dianggap menghina suku atau rasis? Itu soal rasa, interpretasi," ucap Refly Harun.

Oleh karena itu, Refly mengatakan bahwa ucapan Pigai seharusnya direspons dengan pendekatan rekonsiliasi, bukan pendekatan pidana.

"Kalau sekadar omongan, harusnya bisa rekonsiliasi. Jadi, tidak langsung main tahan atau tangkap-menangkap," kata Refly Harun.

Selain itu, Refly juga menilai fenomena sejumlah tokoh yang masih melontarkan hinaan dalam berargumentasi adalah bentuk demokrasi yang gagal.

Baca Juga: Pasien Covid-19 Tanpa Gejala Diimbau Lakukan Isolasi Mandiri, Perhatikan 6 Hal Ini Selama di Rumah

"Kita masih mengalami demokrasi yang gagal. Demokrasi yang sangat sulit mentolerir perbedaan, tetapi penuh inflasi dengan hinaan," tutur Refly Harun dalam kanal YouTube-nya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Minggu, 31 Januari 2021.

Ujaran penghinaan tersebut, tambah Refly, cenderung memang ingin merendahkan martabat lawan bicaranya ketimbang beradu argumentasi.

"Cenderung yang disampaikan bukan substansi berpikirnya, tapi hanya ingin merendahkan martabat dan sebagainya," kata Refly Harun.

Refly mengatakan bahwa demokrasi yang sehat justru terjadi saling tukar-menukar argumentasi, bukan hinaan.

Baca Juga: Dianggap Seksis, Iklan Imbauan 'di Rumah Saja' oleh Pemerintah Inggris Diprotes Masyarakat

"Harusnya pendapat kita itu yang dibantah letak kelirunya, tapi kalau setiap pendapat dibantah dengan hinaan ya kita tidak dapat apa-apa kecuali kemarahan dan dendam," ujar Refly Harun.

Pada penutupnya, Refly menyampaikan bahwa pendekatan pidana dalam merespons ujaran seseorang membuktikan kegiatan bangsa yang tidak produktif.

"Saya bukan orang yang suka adu-mengadu seperti ini karena tidak produktif sebagai sebuah bangsa," ucap Refly Harun.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah